Sebuah Prank

Dini Salim
Chapter #43

43. A Prank

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Azam dan Magenta keluar bersamaan dari kelas masing-masing sehingga membuat mereka langsung berhadapan. Adam yang sadar akan sesuatu, segera meninggalkan lokasi dengan gaya keren. 

Azam tersenyum duluan. "Hai, Bubu." 

"Hai, Azam." 

"Pulang?" tanya Azam bodoh. Jelas-jelas Magenta akan pulang karena ada tas digendongnya dan bel pulang berbunyi beberapa saat sebelumnya.

Cinta bisa membuat bodoh siapapun. "Iya, nih. Azam pulang juga?" tanya Magenta, turut membalas dengan bodoh. Tahu-tahu, aksen mereka berubah begitu saja. 

Tentu saja, Azam yang memulainya sejak pagi.

"Iya, Azam mau pulang." Azam tersenyum lebih lebar. "Bareng, yuk!" 

Magenta mengangguk. "Yuk!" 

Begini saja, sederhana saja, sudah sangat membuat Magenta dan Azam senang. Namun, masing-masing memiliki keganjalan hati yang sama. Sama-sama takut untuk menguak kebenaran karena takut menghancurkan bahagia yang sudah tercipta. 

Mereka tak berpegangan tangan, hanya berjalan beriringan dan mengobrol ringan seputar soal untuk Ujian Nasional, tentang guru-guru yang lucu dan teman-teman kocak. Sesampainya di parkiran, keduanya naik motor masing-masing. 

"Besok-besok Bubu nggak usah bawa motor, deh," kata Azam saat Magenta mengambil helm untuk dipakai di kepala. "Biar Azam aja yang anterin." 

Magenta tersenyum tipis. "Maaf, Bubu nggak mau." 

"Kenapa?" tanya Azam sedih. 

"Dosa." Magenta menukas cepat. "Berduaan itu kan nggak boleh. Ketiganya setan." 

"Iya juga," balas Azam setuju. "Maaf, ya." 

"Nggak apa-apa." Magenta tersenyum. 

Di perjalanan menuju rumah, mereka tak banyak bersuara, tapi saat berhenti di depan gerbang rumah masing-masing, sebuah percakapan pun dimulai. Saling menyenderkan tubuhnya pada motor masing-masing, saling berhadapan. 

"Nggak lama lagi, kita pisah, kita juga lulus sekolah," kata Azam memulai. "Kita bakal berjuang di jalan masing-masing. Azam harap Bubu nggak lupa sama Azam." 

Magenta mengangguk. Berat rasanya harus menghadapi perpisahan. Beberapa kali, Magenta menguatkan hati untuk menghadapinya. Bahwa Azam akan benar-benar pergi ke Jerman untuk melanjutkan studinya. 

"Iya," balas Magenta lembut. "Bubu nggak akan lupain Azam kalau Azam juga nggak lupain Bubu." 

Azam tersenyum lebar. "Azam sayang Bubu. Banget. Serius." 

"Bubu juga," balas Magenta, "sayang banget sama Azam. Serius.

Lihat selengkapnya