Sebuah Rasa dan Asa

Aylani Firdaus
Chapter #3

WILLIAM : ENCOUNTER

Langit terlihat gelap, anginnya terasa dingin menusuk ke dalam sum - sum tulang. Terlihat beberapa lampu sengaja dipasang di pinggiran jalan dengan cahaya yang kian remang. Sudah dini hari, tapi suasana malam Ibukota seperti tak pernah mati. Suara orang - orang yang masih nongkrong di luar maupun di dalam cafe samar terdengar. Mobilku sedari tadi telah behenti dan terparkir di pinggir jalan di depan sebuah bar. Aku membuka sebagian kaca mobil, membiarkan udara secara bebas masuk ke dalam. Tubuhku terasa kotor dan berkeringat setelah seharian beraktivitas, kerah kemeja yang kukenakan bahkan terasa sesak seakan menekan kuat leher sehingga kutarik agar melonggar. Aku menyalakan layar smartphone, melihat pop-up yang mungkin terlewatkan.

"Kau ada dimana? Apa malam ini akan pulang ke rumah?" tulis sebuah pesan dari Regina.

Regina, seorang wanita yang sudah beberapa bulan ini kunikahi, tepatnya sudah 3 bulan. Sebuah pernikahan dengan tujuan bisnis, menyatukan kedua grup perusahaan keluarga kami. Aku tidak mengenalnya sama sekali sebelum perjodohan ini dan kami mempunyai rules masing - masing, dengan tidak ikut campur kehidupan pribadi. Tak disangka kehidupan begitu membuat stress. Aku mengabaikan pesan tersebut.

Bar ini sepertinya akan tutup sebentar lagi. Bar yang merupakan tempat usaha milik temanku dan akhir - akhir ini aku sering mampir disini meski lebih sering mampir pada jam - jam dimana akan tutup yang membuatku gagal mencicipi menunya. Seorang gadis berponi dengan rambut terikat longggar seperti kuncir kuda tengah bersandar di tembok bar dekat pintu masuk, gadis yang sering kulihat akhir - akhir ini. Tubuhnya berbalut jaket merah tua menutupi seragam kerja yang dikenakan, tampak sedikit kedinginan dengan satu tanggan dimasukkan pada saku. Sudah terlewat sekitar 20 menit sejak mobilku terparkir dan gadis itu masih berada di sana, berdiri bersandar pada tembok dekat pintu masuk bar. Asap rokoknya masih membumbung di tengah udara malam yang dingin, ia masih belum berhenti merokok. Bukan hanya sekali atau dua kali ia kedapatan tengah merokok di luar bar, tiap gagal mencicip menu di bar ini karena kelewat malam, dia selalu berada di sana dengan asap rokok yang mengepul di udara.

Ini sudah lebih lama dari biasanya ia merokok.

Tanganku menarik handle pintu dalam mobil dan berhasil membukanya. Perlahan mengeluarkan kaki lalu berpijak pada jalanan aspal yang hitam kelam, seketika udara dingin langsung menghujam kulit yang tak tertutup kain. Aku beranjak berjalan menuju bar yang hampir tutup. Entah sesuatu apa yang mendorongku untuk melakukan hal ini. Kekhawatiran? Dia hanya seorang gadis rumahan yang tak perlu dikhawatirkan sama sekali. Aku masih mengamatinya sambil jalan, tangannya selalu mengambil sebatang rokok yang baru setelah menghabiskan sebatang yang sudah habis. Dengan langkah kaki yang mantap, aku berjalan menghampirinya dan mungkin tanpa disadari olehnya.

Lihat selengkapnya