Sebuah Rasa dan Asa

Aylani Firdaus
Chapter #5

WILLIAM : MEET IN THE BAR

Hari ini ada jadwal bertemu klien di luar kantor. Aku sengaja reservasi tempat di sebuah restaurant dekat bar tempat gadis itu bekerja. Yah, karena selepas bertemu klien aku ingin mampir sebentar hanya sekedar melihat wajahnya. Aku tidak yakin apa dia benar - benar mengingatku?

Saat menumpahkan mojito, ia terlihat seperti gadis biasa bukan seperti gadis blak - blakan pada saat disita rokoknya waktu dini hari.

Tepat pukul 8 malam meeting dengan klien usai dan kami telah mencapai kesepakatan.

"Oh, Pak Will selepas ini mau kemana? tampaknya Anda sedang buru - buru ya. Apa ada acara dengan istrimu? " tanya Pak Delon, yang kini resmi menjadi klienku. Aku tersenyum manis menanggapi, apakah begitu kentara sikapku saat ini?

"Tidak ada acara dengan istriku, Pak," timpalku singkat masih menampakkan senyuman. Dia hanya mengangguk seakan memahami.

"Wah, jangan malu. Pasangan muda memang sedang semangat - semangatnya," celetuk Pak Delon disertai tawa menggelegar yang khas.

"Ah iya, hahaha," jawabku dengan berat hati dan kebohongan mengikuti tawanya.

Tak lama setelah itu aku berpamitan dengan sopan dan meninggalkan Pak Delon yang tampaknya masih ingin menikmati malam di restaurant.

Yah, memang tak butuh waktu lama untuk mencapai bar milik temanku ini, paling lama setengah jam untuk mencapainya dan sudah sekitar 20 menit aku duduk di tempat yang semakin lama menjadi tempat favorit dengan tanpa memesan apapun. Toh, beberapa pegawai sudah tahu jika aku teman bos mereka. Gadis yang kunantikan masih belum menampakkan diri yang semakin lama memicu kegelisahan dan kecemasan yang tak bisa dipahami, segera aku merogoh smartphone yang terselip di saku celana, membuka menu kontak. Jemari ini menggeser sederet nama - nama yang tersimpan sembari bola mata ini ikut memilah dan mencari nama Michael, berniat mengetik beberapa pesan padanya.

"Tebak aku dimana? di bar milikmu, dan pemiliknya sedang keluyuran,"

Tak lama setelahnya, pop up muncul, mendapati pesan balasan.

"Wah, kau sekarang rajin mampir ke bar ya ma bro, thanks. Keluyuran juga bukan sembarang keluyuran nih,"

Aku tersenyum, memahami ia yang menjadi super sibuk karena mengurus beberapa bisnis.

"Kau tau? mungkin ada karyawanmu yang nggak masuk ya? tampaknya bar sibuk,"

Lama tak ada respon dan entah mengapa cukup memicu kegelisahan. Aku berhati - hati agar tak menaruh kecurigaan atas pertanyaan ini. Kenapa teman satu ini jadi keseringan mampir di barnya? Tak mungkin secara blak - blakan aku memberi tahu alasan terselubung "tentang William rajin nongkrong di bar milik Michael".

"Ah, kok bisa tau ya? Iya ada yang nggak masuk karna ngambil jatah cuti. Bisa banget nih merhatiin para pegawai. What's wrong? Kelamaan nunggu pesenan?"

Pantas saja dia tidak terlihat sejak tadi, dan tidak ada alasan lagi tetap berada disini, mungkin aku harus kembali esok atau lusa. Tapi entah kenapa hati kecil ini merasa tidak tenang. Seakan ada sebuah alasan yang cukup menarikku agar mencari gadis itu.Ya, aku hanya orang asing yang tidak tahu - menahu tentang kehidupan pribadinya selain pekerjaannya saat ini.

Mengenyahkan semua perasaan kecil yang mengganjal terasa sulit, aku sudah beranjak keluar dengan meninggalkan beberapa uang tips yang terselip tepat di atas meja, rencananya akan kembali ke rumah lalu mengistirahatkan badan tetapi mobil ini seakan mempunyai tujuannya tersendiri, menyetir ke tujuan berbeda membawaku entah kemana. Aku berbelok di beberapa tikungan melewati beberapa cafe, restaurant, pusat belanja bahkan sebuah bar dan tak menemukan sesuatu yang dinantikan. Akhirnya aku merasa cukup suntuk sampai memuntuskan untuk membeli sebungkus rokok di sebuah toko terdekat yang sialnya malah tutup.

Lihat selengkapnya