Sebuah Rasa dan Asa

Aylani Firdaus
Chapter #13

WILLIAM : THE DINNER

Apa aku berlebihan padanya? Dia tampaknya tidak menyukai sikapku dan terus - terusan membicarakan soal hutangnya dan dengan liciknya aku memanfaatkan itu agar menjadi dekat dengannya. Tapi dia malah salah paham dan berprasangka buruk. Aku tidak menganggap dia berhutang, semua murni ketulusanku. Semua terasa akan lebih baik jika aku bisa memberi semua yang dia butuhkan.

Aku jelas marah sekaligus kecewa saat dia mengatakan aku jelas meminta bayaran lain selain uang. Apa aku begitu buruk baginya?

Di dalam ruangan kerja, aku masih menggoreskan pena di atas berkas - berkas yang harus ditandatangani. Tepat di belakangku adalah jendela dengan lebar seukuran meja kerja yang dibingkai dengan kusen kayu jati yang telah dipelitur sedemikian rupa dan memiliki gorden yang menempel pada jendela. Aku sengaja menyibak gorden secara lebar, membiarkan cahaya alami memasuki ruangan. Ruangan ini telah di desain sedemikian rupa menyesuaikan diriku. Rak buku tambahan di sisi meja yang dipenuhi beberapa buku dan biografi tokoh - tokoh. Tepat di depan meja kerja, berjarak sekitar 3 meter terdapat satu set sofa memanjang lengkap dengan meja dan hiasan vas bunga diatasnya, disediakan untuk para tamu yang ingin bertemu denganku secara langsung.

Meski ragaku terduduk di ruang kerja, pikiranku entah mengapa melayang memikirkan beberapa hal tentang Stella.

“Kak,” panggil Julian membuyarkan lamunanku.

Setidaknya sudah sekitar 10 menit Julian duduk di ruanganku, ia melaporan program CSR yang rutin dilakukan perusahaan dan tentang beberapa hal yang diserahkan padanya. Dia menjabat sebagai Cheif Marketing Officer, sekaligus tangan kananku.

”Iya.”

“Apa kakak memperhatikan?” tanya Julian sambil mengamati.

Apa aku terlihat sedang memikirkan hal lain? Jelas iya, tetapi seharusnya tidak diperlihatkan di depan Julian.

“Kudengar kakak belum pulang ke rumah hampir dua minggu lebih. Apa kakak ada masalah?” tanya Julian memperlihatkan sedikit kekhawatiran.

“Tidak. Kenapa memangnya?”

“Regina mempertanyakan itu padaku. Kakak juga harus ingat meskipun ini pernikahan politik kakak harus sedikit memberi perhatian pada istri kakak. Dan malam ini adalah acara makan malam keluarga. Ibu akan datang, jangan sampai kakak lupa dengan acara ini,” ucap Julian menjelaskan.

Aku hampir melupakan soal acara makan malam keluarga. Setidaknya sebulan sekali kedua keluarga akan berkumpul dalam acara makan malam. Itu bahkan seperti pertemuan bisnis ketimbang acara makan malam biasa. Karena kedua keluarga hadir dan akan membahas hal - hal yang berkaitan dengan perkembangan bisnis kita. Bahkan adik perempuanku yang merupakan anak terakhir yang tidak memiliki ketertarikan pada dunia bisnis dan lebih memilih menyalurkan passion-nya pada kesenian dan literatur juga ikut menghadirinya.

"Iya, aku tidak lupa. Kau tenang saja, Julian," ucapku menenangkan seraya memijat kening, merasa sedikit lelah.

Lihat selengkapnya