Sebuah Rasa yang Kusebut Rumah

fotta
Chapter #32

Epilog

Langit pagi masih teduh saat nama Rafka dipanggil untuk naik ke atas panggung.

“Juara pertama lomba karya ilmiah tingkat nasional sekaligus lulusan terbaik tahun ini—Rafka Aryasatya.”

Tepuk tangan membanjiri aula.

Rafka melangkah pelan ke atas panggung, menyusuri cahaya yang jatuh dari lampu gantung di langit-langit gedung itu. Seragamnya rapi, rambut sedikit berantakan seperti biasa.

Di tangannya, sebuah trofi berwarna emas diserahkan langsung oleh kepala sekolah, sebagai penghargaan atas prestasinya yang mengharumkan nama sekolah sekaligus menjadi lulusan terbaik tahun ini. 

Ia berdiri di belakang mikrofon. Sunyi sejenak.

Mata Rafka menyapu seluruh ruangan. Wajah-wajah yang dikenalnya; Ayah, Rafky, Bu Dwi, Nayla, Lana, Satrio, dan Citra. Semua hadir menyaksikan.

Dan saat semua menanti, ia menarik napas pelan… lalu mulai bicara.

“Sebelumnya, saya tidak pernah membayangkan bisa berdiri di sini. 

Ada masa ketika semuanya terasa berat… dan saya hampir menyerah.

Tapi saya belajar satu hal, kadang yang membuat kita bertahan, bukan karena kita kuat. Tapi karena ada satu-dua orang yang tetap tinggal.

Saya juga belajar bahwa kita tidak harus sempurna untuk layak dicintai. Dan rumah... bukan selalu tempat dengan dinding dan atap. Kadang, rumah adalah rasa.

Rasa yang membuat kita tetap melangkah. Meskipun pelan. Meskipun sendiri.”

Ia menunduk sebentar. Bibirnya bergerak, pelan… sebelum kembali bersuara.

“Terima kasih kepada Ayah dan Kakak saya… untuk setiap dukungan yang kalian beri, bahkan ketika saya sulit dipahami.”

Sorot matanya menyapu barisan guru dan teman-teman di hadapannya.

“Juga untuk semua guru dan teman-teman yang pernah berjalan bersama saya.”

Ia terdiam sejenak. Lalu, perlahan, pandangannya menyisir barisan lainnya, mencari satu wajah di antara banyak kepala.

Lihat selengkapnya