Sebuah Rasa

fahmi ardiya pratama
Chapter #2

2

  Jaka masih ingat jelas awal perkenalannya dengan Tia. Waktu itu ia masih kelas 3 SMP.

 Suatu senin, saat pelajaran olahraga, jaka jatuh ketika sedang berlari mengitari lapangan. Karena, jaka yang masih ngantuk dan tidak konsentrasi memperhatikan jalan dan akhirnya tersandung.

 " Kamu ga apa apa? Kok iso tiba tiba jatuh sih, jaka? " Tanya guru olahraganya waktu itu, yang ngomong jaka sudah lupa siapa namanya. Jaka hanya ingat guru itu berkumis tebal dan larinya lambat saat menghampiri dirinya, yang sedang membersihkan kotoran pasir pada luka di lututnya. Ia sendiri dan ratusan murid lainnya tidak yakin kenapa orang seperti itu bisa jadi seorang guru olahraga.

  Namun, semua itu tidak penting. Yang penting adalah guru olahraga yang biasanya galak dan tidak mentolerir siswa yang malas malasan di kelasnya, entah kenapa hari itu bersikap lunak terhadap jaka.

  Baru saja jaka membuka mulut dan berkata lambat lambat selagi berfikir mencari alasan, tiba tiba saja guru itu memotong omongannya.

 " Ealah kamu itu kalo sakit, bilang. Kamu sengaja mau bikin bapak kena komplain karena maksa murid yang lagi sakit ikut pelajaran olahraga? Sudah sana kamu istirahat di UKS saja. Nanti kalau sudah enakan, kamu kembali ke kelas "

 Sedetik jaka melongo. Tidak menyangka akan dapat rezeki dadakan itu. Jaka tidak tau apakah memang saat itu tampangnya pucat seperti orang sakit. Apapun itu jaka tidak menyia nyiakan kesempatan bisa membolos pelajaran itu dan segera berjalan ke UKS. Dengan melangkah pelan tentunya, supaya di lihat sakit.

  Sebelum masuk jaka mengintip dulu kedalam UKS. Biasanya selalu ada guru yang bergantian berjaga di UKS. Gunanya tentu saja untuk mengawasi para siswa yang benar benar sakit kalau mereka butuh perawatan khusus. Namun selain itu, juga untuk mengawasi supaya para siswa yang hanya malas masuk kelas tidak bisa bersembunyi di UKS untuk tidur tiduran disana. Malas juga rasanya kalau ia berpura pura sakit tapi tetap diawasi oleh guru lain.

  Kalau ada guru di ruang UKS, lebih baik jaka kembali ke kelas yang sekarang sedang kosong dan menunggu jam pelajaran olahraga berakhir. Setelah yakin tidak ada seorang pun di ruang UKS, barulah jaka masuk. Lumayan, bisa numpang tidur paling engga bisa sampai satu jam pelajaran.

  Jaka naik ke satu satunya tempat tidur yang tersedia di ruangan itu dan menarik tirai untuk menutupi pojok istirahat. Ia menguap lebar, kemudian berbaring dan mencari posisi tidur yang nyaman. Namun saat jaka baru saja hampir terlelap, tiba tiba ia mendengar suara pintu UKS di buka dan di tutup kembali.

  Seseorang melangkah masuk sambil bersenandung riang. Jaka pun segera duduk, waspada. Ia menyibak sedikit tirai yang menutupi tempat tidurnya. Begitu melihat ternyata yang masuk bukanlah seorang guru, jaka menghembuskan napas lega. Pemilik senandung itu ternyata seorang perempuan berambut ikal yang sedang mengeretak lemari obat.

  

  " Kamu lagi ngapain? " Mendengar suara jaka, perempuan itu menghentikan kegiatannya dan menoleh. " Oh ada orang ternyata. " Perempuan itu nyengir lebar. Nada bicaranya terdengar ceria seperti nyanyiannya. " Kamu tau dimana obat sakit perut? Disini gak ada. "

  " Buat kamu? " Jaka balas bertanya heran. Wajah perempuan itu tidak terlihat pucat, walau sepertinya ada beberapa tetes keringat keluar dari dahinya. Perempuan itu meringis. " Iya. Aku lagi sakit perut ".

  " Mmm.... Sebentar. " Jaka turun dari tempat tidur dan berjongkok, membuka laci meja di samping tempat tidur. Sebentar saja ia sudah menemukan obat yang dicarinya. Jaka menyerahkan obat itu pada perempuan berambut ikal. "Makasih." Perempuan itu mengambil satu tablet, lalu dengan santainya menenggak obat dengan air minum yang tergeletak di meja.

  " Kamu sering kabur ke sini ya? Sampai tau di situ ada simpenan obat juga? " Tadinya jaka mengira gadis itu akan segera pergi ke kelasnya setelah mendapatkan obatnya. Namun, gadis itu malah duduk di kursi dan mengajaknya mengobrol. Seketika jaka merasa menyesal. Harusnya tadi ia tidak usah menyapa duluan.

  " Tahun lalu, pas aku juga sakit perut, pernah lihat bu yanti nyari obat di laci itu. " Jaka menjawab sambil berfikir bahwa ia baru menyadari cara bicara perempuan itu tidak seperti orang malang pada umumnya. Orang jakarta? Anak pindahan? Atau murid baru?

" Oh, jadi kamu kaka kelas? "

Lihat selengkapnya