Eca tengah duduk di balkon rumahnya, melihat matahari terbenam. Cici masih setia menemaninya, ia meloncat ke paha Eca dan meringkuk di sana.
“Ci, kamu kangen dia ga.” Eca mengelus – elus bulu Cici.
“Biasanya dia suka bawa kamu main keluar, beliin kamu makanan.” Eca menghela nafas panjang.
Sudah hampir satu tahun ia kehilangan temannya, namun rasanya ia masih ada di sini, menemani ke mana pun Eca pergi. Terutama saat ia bermain bersama Cici, ia merasakan kehadiran Eva di sana.
“Ay, ayo kita berangkat.” Seorang pria memanggilnya dari bawah.
Eca kembali rujuk bersama suaminya, sekarang ia semakin dewasa menghadapi masalah rumah tangganya, namun ia tetap saja kekanakan jika sudah mengingat tentang Eva, ia akan tetap menangis dan tidak rela jika Eva harus dihilangkan dari hidupnya.
Riki juga merasakan hal yang sama, ia sangat kehilangan teman masa kecilnya. Kini kafenya terasa jauh lebih sepi tanpa kehadiran teman-temannya. Meskipun pelanggan hilir mudik namun sosok yang selalu Riki lihat tak ada di sana. Ia keluar dari kafe dan memasuki mobil yang terparkir di depan toko. Di dalamnya sudah menunggu Istri dan anaknya.