Sebuah Usaha Maya

Nandreans
Chapter #12

Tangisan Dua Ibu

Zahra?

Hamil?

Aku masih tidak percaya dengan semua ini? Seakan-akan hanya mimpi, aku bahkan masih berharap terbangun bahkan setelah berada di bandara. Pesawat yang akan kutumpangi akan berangkat beberapa menit lagi.

Kalau bukan karena kebaikan hati Dokter Arumi dan teman-teman, tidak mungkin aku bisa dapat persetujuan pulang, terlebih dengan kesibukan di panti awal tahun seperti ini. Mereka sangat banyak mambantu, bahkan sudi membujuk Dokter Wahyu, meskipun tentu saja tidak banyak waktu libur yang bisa digunakan. Untungnya, keenggananku mengambil jatah cuti selama ini telah memberiku keuntungan. Paling tidak ada tambahan hari untuk lebih lama sampai semuanya selesai.

“Mbak May!” Devara menepuk bahuku, menguatkan.

Aku harus banyak berterima kasih kepadanya sebab telah membantuku berkemas, mencarikan tiket bahkan repot-repot mengantar hingga ke bandara. Dia sengaja mencarikanku keberangkatan paling pagi supaya bisa sampai lebih cepat. Ya, itu yang dibutuhkan keluargaku sekarang. Semua terlalu tak masuk akal.

Tidak mungkin Zahra melakukan semua hal itu. Pun selama dua puluh tujuh tahun hidupnya, adikku yang kukenal hampir tak pernah neko-neko.

Apa yang dia pikirkan?

“Kalau sudah sampai kabarin ya!” ujar Devara sambil memelukku.

Aku balas melingkarkaan tanganku di pelukan singkatnya. “Pasti. Kamu juga, kalau sudah sampai asrama kabari aku.”

Devara mengangguk. “Kalau butuh apa-apa, nggak usah sungkan.”

“Semoga masalah ini cepat selesai supaya aku bisa balik ke sini.” Aku menarik napas panjang, lalu berbalik dan menenteng tas jinjing berisi pakaian menuju terminal keberangkatan, meninggalkan sesaat kehidupanku di kota super sibuk ini, menuju tanah kelahiran.

*_*

Adalah Pandu Nur Adam, pacar Zahra yang juga berprofesi sebagai guru olahraga di sekolah dasar yang sama adikku. Mereka memang sudah lama pacaran tapi tak kusangka akan terjadi hal sejauh ini, mengingat keduanya kukira sama-sama orang dewasa dan cukup waras untuk memilah mana yang salah dan benar. Lagipula kenapa juga mereka harus putus kalau ujung-ujungnya begini?

Meskipun kata Bunda, Zahra belum mau bicara hingga terakhir kali kami teleponan tadi pagi, tetapi aku yakin ini pasti ada kaitannya dengan Pandu. Maksudku, apa yang dilakukan pria …, dia memutuskan adikku …, kendati aku juga belum tahu pasti apakah Pandu sudah mengetahui atau belum tentang kehamilan ini …, tapi mereka kurasa sudah cukup dewasa untuk tahu resikonya. Apakah jangan-jangan Pandu sengaja lari dari tanggung jawab?

Sudah berapa bulan usia kehamilannya? Kapan mereka melakukannya? Serta apakah adikku terpaksa melakukannya? Apakah Pandu memaksanya berhubungan badan?

Sepanjang malam tadi, aku banyak mengobrol dengan Bunda –sebab hanya beliau lah yang bisa kumintai keterangan. Bapak belum pulang, Ibu tak henti menangis, Ira mencoba menenangkannya sementara Ayah …, beliau tidak pulang ke rumah, juga.

Lihat selengkapnya