Sebuah Usaha Maya

Nandreans
Chapter #24

Maya dan Dunianya

Sesampai asrama tanpa kusangka kedua orang tuaku telah berada di sana, Ayah bahkan bermain catur dengan Pak Martin dan Pak Marjuki. Sedangkan Bunda tampak tengah mengobrol dengan Bu Anggi dan Bu Juwar lengkap dengan televisi di ruang bersama yang menyala, menampilkan sinetron dari salah satu stasiun televisi.

“Kok lama sekali, May?” kata Bunda saat aku datang untuk menyalaminya.

Namun, belum sempat aku menjawab Bu Juwar tiba-tiba menyela, “Gimana? Opa Josh pasti melarangmu pulang ya? Apa kondisinya sudah membaik? Dia itu terobsesi pada Maya, Bu Rahayu.”

“Terobsesi?” Bunda mengerutkan kening, heran.

Sebelum melebar ke mana-mana untungnya Bu Anggi membantu menjelaskan. “Bukan begitu, Bu. Opa Josh adalah pasien kami yang lumayan spesial. Dia mengira kalau Maya adalah mendiang putrinya. Itulah kenapa dia sampai drop saat ditinggal oleh Maya.”

“Benarkah?” Bunda menoleh padaku, akan tetapi beliau malah tersenyum. “Ya sudah, kamu sekarang tidur sana. Bunda dan Ayah mau balik ke hotel.”

“Bunda kenapa ke sini?”

“Nggak kenapa-kenapa,” sahut Bu Juwar. “Ibumu cemas padamu. Namanya orang tua, kan?” Lalu, menoleh pada Bunda. “Pokoknya, Bu Rahayu tidak usah cemas. Kami akan menjaga Maya di sini. Kami sudah menganggapnya seperti anak sendiri.”

“Syukurlah. Alhamdulillah. Terima kasih ya, Bu."

Aku tak tahu apakah ini agak berlebihan atau tidak, tetapi aku sama sekali bukan anak kecil. Aku adalah perempuan kepala tiga. Apakah ditinggal menikah oleh adik dan kekasihku lantas membuatku seperti balita?

Namun, mengingat Opa Josh membuatku paham bahwa anak tetaplah anak. Bunda dan Ayah terlalu takut kehilanganku, terlebih setelah percobaan bunuh diriku yang lalu. Sebab tidak ada seorang pun yang mau kehilangan anaknya.

Setelah mengantar kepergian Ayah dan Bunda, aku langsung membersihkan diri dan bergegas tidur. Hanya, ketika aku hendak mengeluarkan ponsel dari dalam tas, saat itulah aku menyadari benda itu tidak ada di sana.

Apakah tertinggal di tempat Opa Josh? Di kantin rumah sakit? Atau …? Padahal seingatku, tidak sama sekali aku memakainya sepanjang di sana tadi. Bagaimana ini?

*_*

“Katanya, bakal diusahakan. Kalau ada, nanti bakal langsung menghubungi.” Begitulah yang dikatakan oleh Devara setelah aku memintanya menanyakan perihal ponselku pada Pak Johan tadi pagi.

Ini adalah kali pertama aku kehilangan ponsel pintarku. Meskipun harganya mungkin tidak seberapa, tetapi ada banyak kenangan di dalamnya, beruntung saat kulihat melalui email benda itu tampaknya masih ada di area rumah sakit. Rencananya, sepulang kerja nanti aku akan ke sana. Mencari ponsel sekaligus menengok Opa Josh.

Namun, waktu berjalan sangat lambat ketika ditunggu. Bahkan bersenang-senang dengan para oma dan opa tidak cukup untuk menenangkaan pikiranku. Maksudku, apakah ini bukti ketergantunganku pada ponsel? Terlebih melalui benda itulah aku bisa terhubung dengan banyak orang. Keluarga, rekan dan yang terpenting kenangan.

Jujur, di dalamnya masih ada sangat banyak gambar kami. Aku belum benar-benar siap kehilangan kenangan menyedihkan itu, sekalipun hatiku tercabik setiap kali menyaksikannya. Berdarah-darah.

“Dokter Maya?”

Lihat selengkapnya