Sebuah Usaha Maya

Nandreans
Chapter #26

Rumah Keluarga

Pada akhirnya, kami baru benar-benar sampai di rumah pada pukul setengah tiga sore. Hanya saja, karena matahari masih terik jadi tidak begitu terasa.

Sama seperti yang kulihat di foto dalam album milik Opa Josh dulu, kediaman beliau benar-benar menakjubkan. Rumah itu berada di komplek perumahan dengan kebun dan pepohonan tinggi di masing-masing halamannya, serta rumah-rumah besar dengan design serupa yang menjorok ke dalam. Sangat hijau dan asri meskipun terletak di tengah kota.

Benar, kalau saja Opa Josh cukup stabil tentu rumah ini cocok untuknya menikmati hari tua. Bermain dengan cucu-cucunya, berolahraga atau semacamnya. Toh, meskipun tak memiliki gerbang lingkungan ini sangat aman. Terlebih dengan banyaknya penjaga yang bertugas.

 “Ini rumah kita, Sayang!” ujar Opa Josh saat kami turun dari mobil. “Dulu saat kecil, kamu suka berlarian di sana. Papi juga masih tidak melepaskan ayunan tempatmu bermain di sana,” lanjutnya sambil menunjuk ke ayunan kembar di sisi lain taman, dekat dengan air mancur. “Sengaja, biar kalau kamu pulang bisa main di sana lagi.”

Oh, astaga!

Ini menyentuh hatiku.

Pak Johan yang mengantar mobil ke garasi tidak lama kembali, akan tetapi beliau muncul dari dalam rumah. “Silakan!” katanya.

Sebelum aku masuk, seekor anjing Labrador Retriever yang cantik mendadak muncul dari belakang Pak Johan. Anjing itu mendekati Opa Josh, seolah ingin menyampaikan rindu.

“Oh, Bayi Kecil!” ujar Opa Josh sambil berjongkok, dan mengelus punggung si anjing. “Apa kamu kangen Papi? Iya? Oh, Sayang!”

“Namanya Lisa,” jelas Pak Johan. “Dokter tidak takut anjing, kan?”

Aku menggeleng, kubiarkan anjing itu kemudian menghampiriku. Dia sangat ramah dan cantik. Ternyata, Lisa tidak sendirian tetapi ada lima anaknya yang tengah bermain di ruang tamu.

Seolah ingin memamerkan anak-anaknya, Lisa mengigit salah masing-masing anak itu dan meletakkannya di sampingku.

“Dia sangat ramah!” kata Opa Josh. “Lisa dibeli oleh adikmu beberapa tahun lalu untuk menggantikan Rodrigo yang mati karena kanker. Kamu tidak kecewa, kan?”

Aku menoleh ke arah Pak Johan yang memberi isyarat lewat matanya. Jelas bahwa Rodrigo di sini merupakan anjing kesayangan Kristina. “Tidak, Pi. Aku senang.”

“Syukurlah.” Opa Josh menghela napas panjang. “Kalau begitu, Papi ke belakang dulu ya? Kamu main saja dulu dengan Lisa.”

“Mau aku antar?”

“Tidak usah, Kristina. Kamu juga lelah.”

Tumben.

Namun, bermain dengan Lisa bukan hal buruk. Toh, dia sangat-sangat menggemaskan. Di leher masing-masing anak anjing itu terdapat nama mereka. Molly, Miyo, Miko, Mimi dan Matt.

“Dok, saya tinggal sebentar ya?” ujar Pak Johan.

Lihat selengkapnya