Sebuah Usaha Maya

Nandreans
Chapter #65

Rahasia Kecil

“Saya sudah tahu sejak lama kalau Mbak Maya kerja di tempat ayah saya.” Penjelasan Mas Dirga membuatku tidak berhenti mendelik sangking kagetnya. Semua terlalu kebetulan bagiku. Terlebih selama ini baik ayah maupun Dokter Wahyu sama sekali tak pernah menyinggungnya sama sekali.

Benar, aku memang tahu kalau Dokter Wahyu memiliki seorang putra yang menjadi anggota militer tetapi mendapati dia adalah Mas Dirga, ini benar-benar diluar dugaan.

“Sejak kapan?” tanyaku.

Mas Dirga yang berjalan di depanku berhenti, dia sedikit memiringkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia tengah mencoba mengingat-ingat kejadian pasti dari pertanyaanku. Akan tetapi, detik berikutnya dia malah tertawa. “Kurang lebih dua atau tiga tahun lalu. Ketika pertama kali saya dipindah tugaskan.”

“Oh iya? Kok bisa?”

“Tentu saja bisa,” jawabnya sambil mengajakku melanjutkan perjalanan menuju kamar yang bakal kutinggali selama berada di tempat ini. Lebih tepatnya berada di lantai dua, itulah kenapa Mas Dirga diminta oleh ayahnya untuk membantuku membawa koper ini ke atas, sekaligus menunjukkan lokasinya padaku.

Pun ruangan di lantai bawah telah habis terisi. Kami tentu tak boleh menuruh lansia naik dan turun tangga, bukan? Itu akan sangat beresiko bagi mereka.

“Mbak Maya mungkin lupa kalau sebenarnya kita pernah bertemu di acara pertunangan Dinda,” ungkapnya. “Itulah kenapa saat saya berkunjung ke rumah …, jangan salahkan saya kalau langsung menyadari ada begitu banyak foto Mbak Maya di sana.”

Astaga!

“Dan, Pak Salman juga hampir selalu menceritakan tentang anak-anaknya. Jadi, bisa ditebak apa yang tidak beliau katakan tentang Anda? Eh, atau lebih tepatnya seberapa banyak yang sudah beliau bagikan tentang Mbak Maya? Termasuk di mana tempat Mbak bekerja.”

Ya ampun!

Aku hampir tidak punya muka di sini! Tentu saja kebiasaan Ayah mengumbar cerita …, aku paham bahwa beliau hanya sama seperti kebanyakan orang tua yang bangga pada anak-anaknya tetapi di sisi lain aku macam dikuliti di sini.

“Lalu, kenapa tidak bilang sejak awal?”

“Malu.”

“Eh? Gimana?”

“Saya malu.” Dia benar-benar pria yang lucu. Terlebih saat berpura-pura tersipu macam itu. “Lagian, Mbak Maya juga jarang pulang, kan?”

"ya juga sih.

“Jadinya, saya nggak punya kesempatan buat kenalan.” Dia menambahkan. “Makanya, kemarin pas Mbak ada di rumah, saya senang sekali karena akhirnya kita bisa kenalan. Nah, itu kamarnya!” Dia menunjuk pintu berwarna merah di ujung lorong. “Kamarnya sudah saya bersihkan semalam. Tapi, kalau misalnya Mbak merasa ada yang kurang nanti bilang saja. Karena memang di sini konsepnya alam, kadang ada binatang-binatang liar masuk tanpa diundang.”

“Binatang? Liar?”

Mas Dirga mengangguk santai, seolah itu bukan masalah besar. “Hanya binatang kecil seperti serangga, tokek atau bahkan ular. Tapi jangan cemas karena ularnya kecil. Ular besar hanya ada di dalam hutan.”

“HAH?”

“Mbak Maya takut?”

Menurutnya?

Lihat selengkapnya