Secangkir Alasan

Cassiel Ruby
Chapter #6

6. Masalahnya Ada Padaku

Riuh di kepala memaksaku menunduk dalam. Denyut gelisah membuatku enggan untuk bergerak dari tempatku sekarang. Semua emosi yang kembali bermunculan, terasa asing pada hati yang telah lama kubiasakan untuk mati.

Dari semua gelombang perasaan yang kembali memporak-porandakan, aku berfokus pada satu hal yang memicu semuanya itu terjadi. Mampukah aku menerima Sage? Bagaimana kalau semua yang ia lakukan padaku hanya sebuah manis di awal saja?

Aku lelah, jika harus kembali masuk pada luka yang sama.

Bagaimana jika ternyata di perjalanannya, Sage berubah menjadi sosok seperti Bara? Yah, dulu Bara juga seakan mencintaiku dengan seluruh hidupnya. Seolah menjadikanku satu-satunya. Nyatanya?

Aku masih ingat ketika pertama kali menemukan fakta bahwa Bara selingkuh dariku. Triknya untuk menghapus seluruh pesan dengan selingkuhannya setiap berada di rumah, nyatanya terbongkar dengan sendirinya saat aku melihat notifikasi pesan di ponselnya.

Tentu saja Bara mengelak, dan aku dengan sisi emosionalku yang tidak terima karena telah diselingkuhi. Demi apa pun, aku baru saja beberapa bulan yang lalu melahirkan, tapi nyatanya ia memiliki selingkuhan—anak buahnya sendiri di pekerjaan lamanya sebelum kami pindah ke Bandung.

Jika diruntut secara logika, saat aku hamil Kala, Bara telah selingkuh dengan perempuan bernama Nana. Aku tidak pernah bertemu langsung dengannya, tapi Nana jelas mengetahui bahwa Bara telah memiliki istri dan anak.

Hancurnya duniaku dimulai sejak itu. Bara ketahuan selingkuh, tapi ia menyalahkanku karena menurutnya, ia selingkuh karena sikapku yang terlalu posesif padanya. Aku tidak bisa menerima alasan itu. Aku melawannya dengan ucapan, dan ia menghentikanku dengan tamparan.

Setelahnya, kekerasan seakan menjadi hal yang wajar bagi Bara untuk membuatku diam saat kami berdebat tentang banyak hal.

Yah, begitulah. Hal-hal semacam itu yang kutakutkan akan kudapatkan lagi dari Sage. Aku tidak ingin terlena dengan perhatiannya sekarang, dan kembali merasa terjatuh setelah harapanku padanya dipatahkan oleh berubahnya sifat manusia, seperti yang dilakukan oleh Bara.

Keesokan harinya, aku pergi ke kafe milik Yesaya bersama dengan Erika. Sebenarnya, Erika yang memaksaku untuk keluar hari ini. Padahal aku hanya ingin merebahkan tubuhku di atas kasur, sebelum malam nanti kembali begadang untuk meneruskan naskahku yang belum selesai.

“Senyum, Jihan. Kapan lagi kau pergi kalau aku tidak menyeretmu seperti ini? kau butuh udara luar, dan sinar matahari yang bagus untuk kulitmu.” Erika memulai dengan ceramah tidak berfaedahnya.

“Aku mendapatkannya saat mengantar Nala dan Kala, by the way. Lagipula, di dalam ruangan seperti ini tidak ada sinar matahari yang bisa menjangkau kulitku.”

Erika berdecak kesal, sambil menampilkan sorot mata sinisnya. “Kau pasti paham maksudku. Kau butuh suasana lain selain rumah dan sekolahnya anak-anak. Nikmati waktumu juga, cintai dirimu juga.”

Sejujurnya, aku telah mencobanya. Namun energiku cepat terkuras saat selesai bersosialisasi. Aku lelah karena harus berpura-pura tangguh di depan banyak orang.

Lihat selengkapnya