Lilinnya telah kutiup, dengan harapan untuk kebahagiaan Sage. Aku sengaja membuat permohonan pada ulang tahunku kali ini untuknya. Dengan begitu, ia akan segera mendapatkan kebahagiaannya, meskipun itu bukan denganku.
“Tadinya, aku mau mengajak Nala dan Kala, tapi aku takut kau marah kalau tiba-tiba membawa anak-anak kesini.” Sage mengakuinya, setelah kami duduk di meja bersama dengan Erika dan Yesaya juga.
Pengakuan yang membuatku terenyuh. Sage tahu dan paham tentang batasan meskipun ia ingin menerobosnya. Bagaimana aku tidak semakin menyukainya jika seperti ini?
Masalahnya, semakin aku menyukainya, semakin pula aku harus menjauh darinya.
“Aku bahkan telah lama melupakan ulang tahunku. Terima kasih karena telah mengingatkanku.” Entah kenapa aku mengatakannya dengan nada datar. Seolah ulang tahun bukankah hari terbaikku.
Mungkin dulu adalah hari yang kunantikan. Namun sekarang? Ada kenangan buruk yang membuatku membenci hari ulang tahunku sendiri.
Waktu itu aku masih menjadi istrinya Bara, dengan segala dramanya yang semakin berganti hari menjadi semakin bertambah parah. Kehangatan rumah tangga yang pernah kubanggakan, nyatanya telah mengubah rumahku menjadi sebuah neraka. Memerangkapku dengan kelamnya, dan terus menarikku ke dasar setiap kali aku ingin melawannya.
Sebagai istrinya, aku memiliki ekspektasi lebih saat hari ulang tahunku tiba. Beberapa waktu sebelumnya, aku sempat melihat story whatsapp nya. Ucapan selamat ulang tahun untuk teman kerja perempuannya, lengkap dengan foto sang perempuan yang diposting di sana.
Jujur saja, ada sebagian dari hatiku yang merasa tidak terima. Aku bukanlah tipe orang yang membatasi pergaulan pasanganku, tapi aku memiliki insting ketika Bara sedang menyembunyikan sesuatu atau tidak.
Bara tidak pernah memosting fotoku. Kalaupun dia posting, itu setelah aku protes dan diakhiri dengan adu mulut tak berkesudahan. Setelahnya, timbullah ucapan bahwa aku istri yang tidak tahu diri, yang tidak percaya dengan suaminya dan hanya bisa menuntut.
Saat itu, pagi hari tepat di hari ulang tahunku. Aku menunggu dengan sabar ucapan selamat ulang tahun darinya. Namun sesuai dengan tebakan, ia bahkan tidak terlihat peduli. Bahkan story whatsapp nya pun tidak berubah. Aku pikir, setelah kami hidup mandiri, ia akan menjadi semakin perhatian padaku. Sama seperti saat dulu kami masih tinggal dengan orang tuaku.
Ah, kalau dipikir lagi, mungkin memang aku yang terlalu menuntut dirinya. Saat ia bangun tidur, aku juga menanti ucapan selamat ulang tahun darinya. Namun lagi-lagi aku tidak mendengarnya. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya padanya.