Secangkir Kopi Pembawa Petaka

Trinaya
Chapter #3

Bab 3 Sertifikat Perceraian

Adzkia melangkahkan kaki dengan riang. Wajahnya tampak berseri. Tidak seperti biasa, terlihat murung dan bersedih. Hati Adzkia bahagia karena sudah mendapatkan pekerjaan.

Hari ini, adalah hari pertama ia bekerja di perusahaan Azhar. Penampilannya sangat cantik dan menawan. Rambut panjang sepinggang di kuncir tinggi, dengan memberi poni tipis untuk menutupi keningnya.

Sepatu dengan hak sedikit tinggi dan blazer berwarna navi, di padukan rok span selutut berwarna senada, membuat kakinya terlihat jenjang. Aroma stroberi menyeruak, ketika wanita cantik itu melangkah dan terhidu siapa saja yang berpapasan dengannya.

Semua mata tertuju pada Adzkia yang begitu memesona. Aura kecantikannya, seolah mampu membius siapa saja yang menatap. Meskipun sudah memiliki seorang putri. Namun, Adzkia merawat dirinya dengan baik untuk bisa tetap tampil menawan.

Adzkia memasuki ruangan tempat ia bekerja. Kedua matanya menjelajah ke sekeliling, memperhatikan tiap sudut tempat itu. Jari-jemarinya menyentuh pelan meja, kursi, komputer, dan peralatan kerja lainnya.

"Seperti mimpi, aku bisa bekerja di perusahaan besar seperti ini. Terima kasih Tuhan, aku bersyukur atas hal ini."

Adzkia bermonolog sambil sesekali memejamkan kedua mata dan menghela napas. Mensyukuri segala nikmat yang Tuhan berikan.

Wanita itu berkeliling ruangan, memeriksa seluruh isinya dengan penuh kekaguman. Satu yang menarik perhatian Adzkia, ketika berada di rak buku. Ada sebuah album foto ikut dalam jajaran tumpukan tersebut dengan rapi.

Adzkia mengambil album foto berwarna hijau toska itu dan membukanya. Kedua mata wanita tersebut membulat sempurna ketika melihat isinya.

"Apa kamu menyukai tempat ini?"

Sebuah suara yang meski lembut. Namun, mampu membuyarkan lamunannya. Adzkia menoleh ke arah sumber suara yang ternyata Azhar. Pria itu sudah sejak tadi berdiri di ambang pintu, memperhatikan Adzkia yang tidak menyadarinya.

"Kamu, sejak kapan ada di situ?" tanya Adzkia bingung.

Azhar melangkah mendekati Adzkia, kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya. Pria itu menghela napas dalam dan menghentikan langkah. Berdiri tepat di hadapan Adzkia.

"Sejak pertama kamu masuk ke sini. Begitu asiknya sampai tidak mengetahui kedatanganku," jelas Azhar lembut.

"Maaf."

"Apa yang kamu lakukan di sini? Apa itu?"

"Ini ... kamu masih menyimpan foto-foto ini?"

Adzkia kembali menatap kumpulan foto dalam album yang ia pegang ketika Azhar mengingatkannya.

"Tentu saja. Banyak kenangan di dalam sana. Jadi, mana mungkin aku membuangnya."

Azhar mendekat ke arah Adzkia dan berdiri di samping wanita itu. Kedua matanya tertuju pada foto-foto di dalam album yang di pegang Adzkia.

Lihat selengkapnya