Adzkia tampak melamun di ruang kerja sambil menopangkan dagunya di kedua tangan yang bertumpu pada meja. Pikiran Adzkia kacau semenjak pertemuannya dengan Alvian kemarin.
Wanita tersebut tidak habis pikir, Alvian begitu kejam dan tega terhadap dirinya dan Annaya. Sifat lelaki itu berubah semenjak ia naik jabatan, hidup berkecukupan, dan memiliki tempat tinggal yang jauh lebih baik dari sebelumnya, semenjak dua tahun lalu. Sebelum rumah tangga Alvian dan Adzkia berantakan.
Adzkia yang selalu berharap pernikahannya baik-baik saja dan akan semakin harmonis serta bahagia. Namun, ternyata hanya sebatas angan dan impian belaka. Justru semua merubah Alvian menjadi manusia egois yang sering menyakiti Adzkia baik secara fisik mau pun mental.
Kemesraan, ketulusan, kasih, dan sayang yang pernah tumbuh di dalam biduk rumah tangga yang mereka bina hampir enam tahun, harus hancur.
Wanita cantik itu terus melamun. Bayangan kekejaman Alvian menari dengan jelas dalam ingatannya. Sikap Alvian yang tidak manusiawi hingga meninggalkan luka dalam, terus membayanginya.
***
Dua tahun silam.
Alvian baru saja pulang bekerja. Tidak seperti biasa ia pulang larut. Apalagi, pekerjaannya tidak terlalu padat hingga tidak ada alasan untuk pulang malam.
Sudah dua minggu belakangan ini, Alvian memang sering pulang malam. Namun, tidak selarut sekarang. Kurang perhatian dengan keluarga, bahkan sering marah-marah dan bertindak kasar pada Adzkia tanpa alasan.
Pria itu mendobrak pintu dengan kasar ketika Adzkia membukanya. Wajahnya tampak memerah menahan amarah. Tatapan matanya nyalang dan cukup menakutkan.
"Kamu ini ke mana saja? Lama sekali membuka pintu. Apa kamu tidak mendengar suara mobilku?"
Alvian berkata kesal sambil menggebrak pintu ruang tamu, membuat Adzkia terperanjat.
"Ma--maaf, Mas. Tadi, aku menidurkan Annaya. Dia sedikit rewel. Jadi, aku agak lama membuka pintu. Aku ...."
"Hei! Aku ini lelah baru pulang bekerja. Seharusnya, kamu buka pintu dulu, layani aku, baru kamu urus Annaya."
Alvian semakin kesal dan tidak mau menerima alasan Adzkia yang juga tampak lelah mengurus rumah dan Annaya seharian.
"Maaf, Mas. Annaya sakit. Badannya panas. Aku seharian menjaganya karena dia rewel."
"Ahh, alasan. Kamu memang sengaja mau membuatku kesal, bukan?"
"Bukan begitu, Mas. Tapi ...."
"Tidak usah banyak alasan. Sekarang, kamu siapkan air hangat, aku mau mandi. Siapkan makanan aku lapar."
Alvian tidak mau mendengarkan apa pun alasan Adzkia, meski wanita itu berusaha memberikan penjelasan. Bahkan, ia tidak peduli dengan kelahan yang di alami sang istri. Memberikan perintah seenaknya, tanpa memikirkan perasaan Adzkia.
Wanita itu melangkah ke dapur sambil menahan tangis. Pasalnya, ia kerap kali mendapatkan perlakuan kasar dari sang suami. Bahkan, terkadang di depan Annaya yang masih kecil dan belum mengerti apa-apa tentang masalah orang dewasa.
"Kenapa sikap Mas Alvian semakin hari semakin kasar? Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Mas?"