Sudah satu pekan Annaya berada di rumah sakit. Kondisinya semakin membaik setelah mendapatkan perawatan.
Azhar selalu setia menemani Adzkia. Meskipun ia harus bolak-balik ke kantor dan rumah sakit demi bisa ikut merawat Annaya serta pekerjaannya juga tidak terbengkalai.
Adzkia sebenarnya tidak enak hati karena terus-menerus merepotkan Azhar. Walaupun wanita itu sering melerai Azhar. Namun, pria keras kepala tersebut tetap kukuh pada pendiriannya.
Annaya pun tampak akrab dengan Azhar, meski mereka belum lama bertemu. Gadis kecil itu seperti menemukan sosok Ayah pada diri Azhar yang selalu ia inginkan.
Kehadiran Azhar menjadi pengobat luka hati dalam hidup gadis kecil itu. Annaya tidak pernah lagi menanyakan keberadaan Alvian yang entah di mana dan bagaimana keadaannya. Semenjak memutuskan untuk bercerai dengan Adzkia.
Sikap Azhar yang memperlakukan Annaya layaknya anak kandung sendiri membuat Naya nyaman dan tidak takut saat berada di dekat lelaki tersebut. Berbeda dengan Alvian, pria itu begitu tega membiarkan anak serta istri sendiri terlantar karena keegoisannya.
"Om Azhar, terima kasih, ya karena telah merawat Naya menemani Bunda," ucap gadis kecil itu dengan manja.
Azhar tersenyum sambil melirik ke arah Adzkia sesaat. Kemudian, membelai rambut panjang sebahu milik Annaya dengan lembut.
"Sama-sama, Sayang. Om senang sekali melihat Annaya sudah kembali pulih. Naya harus jaga kesehatan, ya. Dengarkan apa kata Bunda. Om sedih lihat kamu sakit."
Azhar berkata lembut sembari mengusap-usap kepala Annaya. Tidak lupa pria itu pun juga menasihati Annaya. Gadis kecil itu mengangguk.
"Annaya sayang sekali sama Om Azhar. Om, sering-sering ketemu Naya, ya?" ucap gadis itu kembali dengan tatapan penuh harap.
"Iya, Sayang. Om janji akan sering-sering menemui Naya. Ajak Naya jalan-jalan, main, dan ngobrol sama kamu, ya. Namun, Annaya harus janji, tetap semangat dan sehat, oke."
Azhar menangkupkan wajah Annaya. Menatap lamat-lamat wajah mungilnya. Ada segelumit rasa sedih melihat anak sekecil itu harus menjalani hidup bersama ibunya, tanpa ada sosok ayah membersamai
Seperti anak-anak lain, seharusnya ia bisa menikmati masa kecil dengan bahagia bersama keluarga yang utuh. Menjadi cinta pertama ayahnya, bermanja dan berkasih sayang, saling bercengkrama mengukir cinta bersama kedua orang tua.
Namun, keegoisan seorang Alvian yang membuat Annaya harus menelan pil pahit dan menerima kenyataan menjadi anak yang tidak memiliki keluarga utuh. Mengalami tekanan mental serta harus menjalani terapi, menghilangkan trauma demi bisa hidup normal seperti anak-anak lain.
"Annaya janji, Om," ucap gadis kecil itu sembari menunjukkan jari kelingking dan menautkan pada jemari kelingking milik Azhar. Azhar pun mengikuti Annaya.
Adzkia tersenyum, ia bahagia melihat putri kecilnya kembali ceria. Kehadiran Azhar dalam hidup Naya, memberikan warna baru untuk anak kecil berusia empat tahun enam bulan itu.
"Sekarang, kita siap-siap. Hari ini, Naya sudah bisa pulang ke rumah," jelas Azhar sambil tersenyum.
"Benarkah?"