Adzkia memilih diam dan menurut. Kondisinya belum cukup kuat untuk berdebat dengan Azhar. Lelaki itu menatap iba ke arah Adzkia. Satu sisi, Azhar tidak tega melihat Adzkia yang mengkhawatirkan Annaya. Namun, di sisi lain, Azhar khawatir dengan kondisi Adzkia yang belum pulih sepenuhnya.
"Adzkia," panggil Azhar lembut.
Adzkia mendongak dan menatap ke arah Azhar. Sesekali, melirik ke arah dokter yang masih berdiri di sampingnya.
"Baiklah, aku turuti perkataanmu dan Dokter. Terima kasih sudah membantuku," ucap Adzkia pada akhirnya.
"Baiklah kalau begitu, saya akan meminta perawat menyiapkan bangsal untuk Anda. Supaya bisa di pindahkan hari ini," jelas dokter setengah baya itu dengan serius.
"Baik, Dok. Berikan kamar terbaik untuk Nyonya Adzkia," ucap Azhar sambil mengangguk.
"Baik. Kami selalu memberikan yang terbaik untuk semua pasien. Termasuk Nyonya Adzkia. Oh iya, ini ada beberapa obat yang harus di tebus."
Dokter setengah baya itu kembali menjelaskan, sembari menyerahkan copy Resep kepada Azhar. Lelaki itu menerimanya dan dokter pun pamit undur diri.
"Aku tebus obat dulu. Kamu istirahat di sini dulu, sebelum kamar siap, ya. Jangan berpikir untuk melarikan diri karena aku akan menghukummu," jelas Azhar dengan sedikit ancaman. Adzkia mendengkus kesal.
~~~
Tiga hari kemudian, Adzkia sudah di izinkan pulang. Kondisinya sudah membaik, pasca syok beberapa hari lalu. Azhar dengan setia menunggu dan mengantarkan wanita itu pulang.
Setibanya di apartemen, mereka duduk di balkon tempat tersebut. Keduanya terdiam tanpa kata. Saling bermain dengan pikirannya masing-masing. Sementara Annaya, gadis kecil itu sedang menginap di rumah kakek dan neneknya.
"Kamu berhutang penjelasan denganku."
Azhar memulai pembicaraan, pria itu sudah tidak sabar mendengar penjelasan, kenapa Adzkia bisa sampai seperti itu? Adzkia tersentak. Sebab, ia sedang melamun dan menatap ke arah langit.
Adzkia menoleh ke arah Azhar. Menghela napas kasar. Sebenarnya, ia tidak ingin bercerita kepada Azhar. Adzkia takut, pria itu akan murka dan mencari Alvian. Lalu, mereka akan berseteru.
"Adzkia," panggil Azhar lembut.
Kedua mata Azhar menatap dalam ke arah Adzkia. Mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya. Menguak tabir rahasia yang Adzkia sembunyikan.
"Kak Azhar, aku ...."
"Jangan coba untuk berbohong. Kamu tidak pandai akan hal itu," ucap Azhar serius.
Ya Tuhan, haruskah aku menceritakannya kepada Kak Azhar? Bagaimana jika dia menemui Mas Alvian dan bertengkar?
Adzkia membatin. Pikirannya campur aduk tidak menentu. Wanita itu memejamkan mata sembari menghela napas. Mencoba untuk menetralisir tubuhnya agar tetap tenang.
"Apa karena ini kamu jadi syok dan masuk rumah sakit?"
Azhar kembali mencecar Adzkia sembari menyerahkan sebuah undangan berwarna merah muda bertuliskan nama Alvian dan Syakilah.