Secangkir Kopi Pembawa Petaka

Trinaya
Chapter #16

Bab 16 Geram

Azhar dan Adzkia tampak sedang menikmati secangkir latte dan kudapan di sebuah kafe tidak jauh dari kantor. Mereka sengaja sarapan di luar sambil mengantar Annaya ke sekolah.

Keduanya terlihat begitu asik menikmati suasana pagi yang cukup ramai orang berlalu-lalang. Laju kendaraan pun tampak melintas dari balik jendela yang saat ini sedang di pandang oleh Azhar dan Adzkia.

Sepasang mata tampak memperhatikan dari kejauhan. Kedua matanya menatap tajam ke arah Adzkia dan Azhar yang terlihat bahagia sekali. Tangannya mengepal, darahnya berdesir hingga ke kepala. Napas bergemuruh menahan rasa.

Tangan sebelah kanan, tepatnya ibu jari Azhar terlihat mendarat di bibir Adzkia, mengelap sisa latte yang tertinggal. Kedua mata mereka beradu pandang. Seketika, waktu seolah terhenti untuk beberapa detik. Kemudian, kembali normal ketika ponsel Azhar berdering.

"Maaf," ucapnya sembari menurunkan ibu jarinya dari bibir Adzkia.

"Aku angkat telepon sebentar," lanjutnya sambil berdiri dan mengambil gawainya di saku celana. Adzkia mengangguk.

Sepeninggalan Azhar, orang yang sejak tadi memperhatikan gelagat Azhar dan Adzkia pun mendekat ke arah wanita yang masih asik menikmati pagi, meski kondisi Adzkia belum normal sepenuhnya, setelah ada getaran aneh ketika bersentuhan dengan Azhar.

"Kita bertemu lagi, Adzkia," ucapnya sambil duduk di hadapan wanita itu.

Kedua bola mata Adzkia membulat sempurna. Mengetahui orang yang baru saja datang dan duduk di hadapannya.

"Kamu, mau apa di sini?" tanya Adzkia pelan tanpa melepaskan tatapan tajamnya.

"Aku sedang minum kopi dan melihat ada kamu di sini, jadi aku putuskan untuk menemuimu," jelas orang itu yang ternyata Alvian.

"Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang," usir Adzkia lembut.

"Kenapa? Apa kamu takut Azhar akan marah jika mengetahui aku ada di sini?" tanyanya dengan santai.

Adzkia membuang napas kasar. Mencoba untuk tenang menghadapi pria seperti Alvian yang tidak tahu diri itu.

"Kalau kamu tidak mau pergi, biar aku yang pergi," ucap Adzkia sambil berdiri hendak melangkah.

Namun, langkahnya terhenti karena dengan cepat, Alvian mencekal sebelah tangannya.

"Ada apa?" tanya Adzkia sedikit ketus karena kesal.

"Aku ingin bicara denganmu," ucap Alvian yang masih terlihat santai meski Adzkia sudah geram.

"Aku tidak ingin bicara denganmu. Lagipula, tidak ada yang harus kita bicarakan lagi," ucap Adzkia sambil menepis kasar tangan Alvian.

"Aku lihat kehidupanmu membaik setelah berpisah denganku. Pantas saja, kamu tidak mengkhawatirkan jika aku tidak menafkahi Annaya."

Lihat selengkapnya