Secangkir Kopi Pembawa Petaka

Trinaya
Chapter #23

Bab 23 Emosi Azhar

Adzkia melangkah dengan gamang menuju Kafe Rindu. Tempat biasa ia memanjakan diri sambil meminum secangkir latte dengan kudapan berupa sandwich yang berisi selada, telur ceplok, dan daging ham.

Kemudian dilapisi keju mozzarella, saus tar-tar dipadukan dengan mayones dengan toping akhir tomat dan mentimun, dibungkus dengan roti tawar, menambah kenikmatan saat bersantai sambil menikmati pemandangan kendaraan yang berlalu-lalang melintasi sepanjang kafe dari balik jendela berteralis besi.

Namun, kenikmatan yang Adzkia rasakan mendadak lenyap, berubah menjadi ketegangan serta suasana hati yang buruk, ketika seorang pria datang menghampirinya dan duduk di hadapan Adzkia tanpa permisi.

Laki-laki yang seharusnya tidak pernah muncul lagi di kehidupan Adzkia. Siapa lagi, jika bukan Alvian, sang mantan yang terus saja mengusik dan mengganggu dirinya terus-menerus.

Sepertinya, Alvian memang tidak suka melihat Adzkia tenang dan bahagia. Pasti ada saja caranya untuk mematahkan suasana hati Adzkia yang membuat wanita itu jengkel setengah mati.

"Kita bertemu lagi MANTAN ISTRIKU," ucap Alvian dengan memberi penekanan di akhir kalimatnya.

Kedua mata Adzkia membulat. Gangguan selalu saja datang ketika dirinya membutuhkan ketenangan dan menikmati hari selepas penat melanda.

"Mas Alvian. Sedang apa kamu di sini?"

Meski pelan. Namun, telinga Alvian cukup jelas mendengar perkataan Adzkia dan dapat merasakan keterkejutan Adzkia, walaupun wanita itu berusaha untuk tenang.

"Seperti biasa, menikmati secangkir kopi ditemani oleh SANG MANTAN ISTRI."

Lagi-lagi Alvian berkata, meski terkesan santai. Namun, tetap ada penekanan di akhir kalimatnya. Pria yang merupakan mantan suami Adzkia, manusia tidak berperasaan itu menyeruput secangkir kopi cappucino, ia sempat memesan dan nikmati sebelum bertemu dengan Adzkia.

"Baiklah, silakan nikmati kopimu. Aku permisi!"

Adzkia berdiri dan hendak melangkah, ia sudah kehilangan selera untuk menikmati hidangan yang sudah dirinya pesan beberapa waktu lalu.

"Temani aku minum kopi. Lagipula, punya kamu belum habis. Tidak perlu merasa canggung. Bukankah kita pernah melakukan hal ini bersama dulu?"

Alvian meraih sebelah tangan Adzkia dan berusaha menahan langkah wanita itu. Dengan santainya ia kembali berkata yang membuat Adzkia terasa muak dan tidak ingin berlama-lama dengan pria tidak tahu diri itu.

"Lepaskan aku, Mas!"

Adzkia sekuat tenaga mencoba untuk menepis sebelah tangannya yang dicekal oleh Alvian. Namun, pria itu semakin kuat menggenggamnya.

"Mau menghindariku lagi? Kamu sengaja, bukan tidak mau bicara denganku?"

Alvian terus mencekal sebelah tangan Adzkia, meski wanita di hadapannya kini telah memalingkan pandangan. Tidak ingin beradu tatap dengan mantan suaminya tersebut.

"Hak aku untuk bicara dengan siapa pun dan tidak bicara dengan siapa pun, termasuk kamu, Mas. Lepasin tangan aku!"

Lihat selengkapnya