Azhar beserta anak buahnya mulai mencari bukti-bukti tentang kejahatan Syakilah dan Soni. Adzkia ikut membantu. Sementara Sandra, masih ditahan oleh Azhar di gedung tua itu.
Syakilah semakin ketar-ketir, ia di hadapkan dengan dua pilihan. Antara tetap bersama Alvian karena cinta, atau menuruti semua keinginan Soni. Tidak ada tempat nyaman untuknya di dunia.
"Soni benar-benar kurang ajar. Aku harus cari cara untuk menyingkirkannya," ucap Syakilah dengan geram.
"Aku harus bagaimana menghadapinya?" lanjut Syakilah sambil menatap ke arah langit.
"Menghadapi siapa, Sayang?" tanya Alvian yang muncul tiba-tiba.
"Ma--Mas Alvian," ucap Syakilah gugup.
"Kamu kenapa terkejut seperti itu?" tanya Alvian kembali.
Gawat, apa Mas Alvian mendengar perkataanku tadi, ya? Aduh, Syakilah, kamu kenapa ceroboh sekali, sih?
Syakilah membatin, wajahnya tampak panik melihat kedatangan Alvian, ia takut suaminya mengetahui apa yang tengah ia pikirkan.
"Syakilah," panggil Alvian lembut.
"I--iya, anu, Mas. Itu ...."
"Kamu kenapa, sih? Kok gugup begitu?" tanya Alvian semakin curiga.
"Ahh, tidak ada apa-apa. Emm, aku buatkan teh manis, ya," ucap Syakilah mengalihkan pembicaraan agar Alvian tidak mencecarnya terus.
Syakilah berlalu ke dapur membuat teh manis hangat, sementara Alvian masih terdiam dan penuh tanya dengan Syakilah.
~~~
Alvian sudah mulai bekerja kembali seperti semula. Pria itu langsung disibukan dengan pekerjaan yang menumpuk karena dirinya sakit. Untungnya ada Gina yang membantunya.
"Gina, jadwal saya hari ini apa?" tanya Alvian sambil mengecek berkas di tangannya.
"Ada pertemuan dengan orang dari 'PT Buana Setya Pangestu' pagi ini pukul sepuluh, rapat dengan 'PT Bina Mustika' pukul satu siang ini. Sorenya ada jadwal makan malam di 'Buana Hotel' dengan Bapak Rianto Subono, " jelas Gina sambil membuka map yang ia bawa dan membaca jadwal Alvian.
Baru saja masuk bekerja, Alvian sudah harus mengerjakan pekerjaan kantor yang banyak, belum lagi jadwal pertemuan padat.
"Ya sudah, kamu siapkan semuanya, ya," pinta Alvian sembari memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Baik, Pak. Maaf, apa Bapak baik-baik saja? Mau saya ambilkan obat?" ucap dan tanya Gina yang merasa cemas dengan keadaan Alvian.
"Tidak usah. Saya baik-baik saja. Nanti kalau saya butuh sesuatu akan hubungi kamu. Terima kasih, Gina," ucap Alvian pelan sembari mengambil air di meja kerja dan menenggaknya hingga setengah gelas.
"Baik, Pak. Saya permisi," pamit Gina diikuti anggukan Alvian.