Syakilah akhirnya menuruti perkataan Soni, meski ia muak dengan segala ucapan dan ancaman pria jahat itu. Dilema melanda, ingin bertaubat pun rasanya sulit. Syakilah tidak bisa lepas dari belenggu Soni.
Wanita itu mengacak-acak kamarnya, membuka lemari dan mencari semua aset penting milik Alvian. Setelah menemukannya, ia pergi melarikan diri. Membawa mobil milik suaminya bersama Soni yang sudah menunggunya di luar pagar.
"Akhirnya, kita dapatkan semua hartanya Alvian. Setelah ini, kamu akan hancur dan miskin, Alvian. Hidupmu pasti menderita," ucap Soni dengan tatapan menyeringai. Kedua sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman.
Sementara Syakilah, hanya menunduk tanpa kata. Wanita itu sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi. Hidupnya pun sudah hancur sama seperti suaminya.
Maafkan aku, Mas. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak sanggup melawan Soni. Maafkan aku Mas Alvian, aku juga sama hancurnya denganmu.
Syakilah membatin. Hatinya sakit dan hancur. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak selain menuruti perkataan Soni. Sebab, ia belum mau masuk penjara dan masih ingin hidup enak.
***
Alvian baru saja pulang bekerja, ia terkejut melihat seisi rumah berantakan. Alvian melangkah ke arah lemari, semua aset miliknya sudah tidak ada, mobilnya pun raib bersama dengan kepergian Syakilah. Hanya ada secarik kertas di nakas kamarnya.
"Terima kasih untuk semua yang sudah kamu berikan padaku. Maaf, Mas, aku harus pergi meninggalkanmu."
Begitu kira-kira isi dari surat yang ditinggalkan Syakilah untuk Alvian. Membuat pria itu syok dan tidak berdaya hingga tersungkur di lantai.
Pria itu terduduk lemah. Tidak menyangka jika Syakilah sejahat itu dan begitu kejam terhadap dirinya. Membiarkan lelaki tersebut benar-benar hancur tanpa memiliki apa pun.
"Syakilah, kamu benar-benar perempuan ular. Jahat sekali kamu menghancurkanku. Mengambil semua jerih payahku selama ini," monolog Alvian dengan raut wajah kesal.
***
Alvian duduk di lobi tempat Adzkia bekerja. Pria itu sengaja menunggu Adzkia pulang bekerja. Kebetulan, Azhar sedang tugas keluar kota. Jadi, Adzkia melangkah sendiri untuk pulang.
Setibanya di lobi, Adzkia dikejutkan dengan keberadaan Alvian yang tiba-tiba menghadangnya saat wanita cantik itu baru saja keluar lift.
"Adzkia, ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu," ucap Alvian menghampiri Adzkia.
"Apa?" tanya Adzkia dengan penasaran dan sedikit terkejut.
"Ikut denganku sebentar. Aku mohon," pinta Alvian penuh harap.
Adzkia mengangguk dan mengikuti langkah kaki Alvian yang membawanya ke Kafe Rindu langganan Adzkia. Sebab, hanya tempat itu yang paling terdekat dengan kantor Adzkia.
Alvian duduk berhadapan dengan Adzkia. Keduanya terdiam, saling menata hati untuk bisa berbicara. Adzkia tertunduk, sementara Alvian menatap ke arah wanita itu
"Adzkia," panggil Alvian lembut. Wanita itu mendongak dan menatap Alvian.