Kini pendaftaran beasiswa perguruan tinggi mulai dipromosikan oleh pihak sekolah, wali kelas Ikmal, Bu Nur pun memberikan tawaran itu pada Ikmal. Bukan tanpa alasan Bu Nur memberikan tawaran itu pada Ikmal, sebab Bu Nur melihat ada potensi besar dalam diri Ikmal.
"Permisi Bu, Ibu memanggil saya," kata Ikmal di ruangan Bu Nur.
"Duduklah, Mal kau ini kan berprestasi, apa kau tidak ingin melanjutkan kuliah?" tanya Bu Nur.
"Sebenarnya saya mau-mau saja berkuliah Bu, hanya saja terkendala biaya, saya anak yatim Bu, nenek saya cuma kerja serabutan di ladang," jawab Ikmal.
"Kalau perkuliahan itu beda dengan sekolah, banyak waktu luang setelah perkuliahan yang bisa kamu gunakan untuk kerja paruh waktu Mal."
"Nah ini kan biaya pendidikan sama asrama sudah ditanggung pemerintah, ada uang sakunya juga, nggak besar sih cuma Rp 300 ribu setiap bulannya, nah untuk menutupi uang makan sehari-hari kamu cari saja pekerjaan paruh waktu."
"Sayang Mal kalau kesempatan itu tidak kamu ambil, Ibu melihat potensi besar ada di diri kamu," jelas Bu Nur.
"Baik Bu, saya bicarakan dengan nenek dulu. Secepatnya saya akan kabari Ibu untuk keputusannya, permisi Bu," tukas Ikmal.
Di waktu istirahat Ikmal pun bertemu dengan Adit, rupanya siang itu Adit tengah sibuk mempersiapkan pendaftaran untuk melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas di Kota Semarang, Jawa Tengah.
"Lagi ngapain Dit? sibuk banget kayaknya," tanya Ikmal.
"Lagi mau daftar di Undip nih Mal, dari mana kau?" tanya balik Adit.
"Dari raung Bu Nur, sama aku juga disuruh daftar, tapi masih maju mundur lah dit," jelas Ikmal.
"Lah kenapa maju mundur, kau coba saja to, sia tahu memang rezeki kau di sini," kata Adit.
"Iya maunya coba Dit, tapi aku kan sekarang tinggal sama nenek, siapa yang mau biayai aku. Penghasilan nenek buat makan saja pas pasan,"ungkap Ikmal.
"Ya coba aja sih Mal, siapa tahu ini jadi pembuka rezeki kamu," pinta Adit lagi.
"Ya ntar lah Dit, coba aku pikir-pikir dulu," tambahnya.
Sesampainya di rumah Ikmal buru-buru ke dapur buat makan siang, maklum pagi tadi ia kesiangan hingga tak sempat sarapan, tak ayak kini perut Ikmal pun sudah sangat keroncongan. Tak ada menu mewah yang disajikan nenek, hanya ada tempe goreng dan terong rebus untuk makan siang ini. Dengan terburu-buru Ikmal pun menuang sebagian nasi ke piringnya, satu potong tempe dan dua iris terong ia pindahkan ke piringnya.
"Alhamdulillah masih dikasih nikmat sehat, makan tempe dan terong saja sudah terasa amat nikmat," kata Ikmal.
"Nih tambah kerupuk, bikinan nenek biar lebih mantap," imbuh nenek.
"Nenek, bikin Ikmal terkejut, untung saja nggak keselek," ucapnya sambil menuang kerupuk.
"Ini kerupuknya nenek buat sendiri?" tanya Ikmal.
"Iya, itu nenek buat dari sisa nasi," kata nenek.
"Kok enak ya nek, bisa tipis renyah, gurih gini, coba deh nek dijual, titipin ke warung," kata Ikmal.