Secepat Surga Menginginkannya

Gabriella Gunatyas
Chapter #12

Berjuang Seorang Diri

Hari pun berlalu begitu cepat, kini tak sampai seminggu, Ikmal akan masuk kuliah, untuk itu ia memutuskan untuk ke kota. Selama berkuliah Ikmal tinggal di asrama kampus, atas hal itu ia tak bingung lagi mencari kost selama masa pendidikan. Sebelum tinggal di asrama Ikmal pun mengunjungi Ayu, namun saat mengunjungi kakak perempuannya itu, Ikmal justru mengetahui fakta mengejutkan.

"Permisi, saya mencari Kakak saya, Ayu, saya adiknya dari kampung," kata Ikmal pada penjaga kost.

"Oh tunggu dulu, saya panggilkan Ayu," jawab penjaga kost.

Sang penjaga kost pun memanggilkan Kak Ayu, semenatra Ikmal duduk di teras kost.

"Yu, ada yang cari kau di depan," kata sang penjaga kost.

Tak berselang lama Ayu pun ke depan, namun betapa kagetnya Ayu ternyata yang ada di kostnya adalah Ikmal.

"Ikmal," ucap Ayu kaget.

"Kak Ayu," kata Ikmal.

"Sama siapa kamu?" tanya Ayu.

"Sendiri Kak, Ikmal mau ke asrama, tapi sebelum itu Ikmal mau tengok Kak Ayu dulu," jelasnya.

"Jadi kamu udah mulai masuk kuliah?" tanya Ayu lagi.

"Masih lusa kak," jawab Ikmal.

Tak berselang lama, Ayu pun mulai jujur dengan kondisi perkuliahannya.

"Mal, Kak Ayu mau jujur tentang sesuatu yang selama ini Kak Ayu tutupi," kata Ayu.

"Sebenarnya Kak Ayu sudah lama tidak kuliah, Kak Ayu sudah keluar dari kampus, bahkan itu sebelum ayah meninggal."

"Kak Ayu merasa dizalimi sama dosen Kak Ayu, Kak Ayu bener-bener nggak kuat," terangnya.

Ikmal pun kaget mendengar pernyataan kakaknya itu.

"Tapi setelah Kak Ayu keluar dari kampus itu, Kak Ayu bekerja, setelah satu tahun Kak Ayu bekerja, Kak Ayu tabung gaji Kak Ayu, alhasil saat ini Kak Ayu bisa kuliah di kampus swasta dengan tetap bekerja."

"Kak Ayu nggak pernah ceritakan soal ini kepada siapa pun, bahkan ketika Kak Ayu nggak bisa lama-lama tinggal di rumah nenek waktu libur lebaran semua orang masih menganggap Kak Ayu berkuliah, padahal itu Kak Ayu kerja dan nggak bisa cuti lama."

"Kak Ayu sempat stress, di sisi lain Kak Ayu nggak bisa cerita ini ke siapa pun, bahkan keluarga. Kak Ayu selalu inget almarhum Ayah yang ingin lihat Kak Ayu jadi sarjana," ucapnya.

Ikmal pun merasa iba dengan kakaknya, ternyata selama ini Ayu memendam beban cukup berat.

"Tapi sekarang Kak Ayu sudah berdamai dengan diri Kak Ayu, Kak Ayu ikhlas pada perlakuan dzalim dosen itu."

"Kak Ayu juga bersyukur bisa kuliah dengan biaya sendiri meski akan lulus lebih lama dari perkiraan,"ungkapnya.

Lantaran lebih dulu mengerti dunia perkuliahan, Ayu pun memberikan wejangan untuk adiknya.

"Mal, dunia perkuliahan itu nggak seperti SMA, banyak orang jahat di sana, hati-hati dalam berteman ya. Jaga diri kamu baik-baik, wujudin cita-cita kamu ajdi dokter."

"Doa Kak Ayu semoga kamu mendapatkan teman-teman yang baik yang membersamai kamu meraih cita-cita."

"Selama kuliah kamu juga dipertemukan dengan dosen dan staff pengajar yang baik-baik juga, kamu harus sukses, jangan seperti Kak Ayu," harapnya.

Mendengar cerita kakaknya tadi, Ikmal pun sedikit overthinking, apa benar dunia perkuliahan sekeras itu?

Hari pertama masuk kuliah, diawali Ikmal dengan membeli sarapan di dekat asramanya, nasi soto dan gorengan menjadi menu sarapan Ikmal di hari pertama kuliahnya. Sementara untuk minum, Ikmal pun sudah membawa botol berisi air putih dari asramanya, hitung-hitung berhemat lah nggak beli minum lagi. Hari pertama perkuliahan diisi dengan ospek, betapa kagetnya dia melihat teman-teman sekelasnya.

"Astaga, anak orang kaya semua, pada bawa mobil, sedangkan aku jalan kaki," ucapnya sedikit minder.

Dari segi penampilan Ikmal pun terlihat berbeda dari teman-temannya yang masih rapi karena baru turun dari mobil, semenatra ia sudah cukup ngos-ngosan berjalan dari asrama ke fakultasnya. Merasa sadar diri akan penampilannya, Ikmal pun memilih diam, ia awalnya tak berani mengajak berkenalan teman-temannya, sampai akhirnya Ikmal pun bertemu dengan Abil, Abil ini sama seperti Ikmal, dia juga penerima beasiswa, hanya saja kehidupan Abil terbilang lebih mapan dari Ikmal.

"Maba kedokteran juga?" tanya Abil.

"Iya," jawab Ikmal.

"Abil," sambungnya sambil mengulurkan tangan.

"Ikmal," jawabnya.

"Akhirnya ada yang ngajak kenalan juga," ucap Ikmal dalam hati.

"Oh ya kamu asalnya dari mana?" tanya Abil.

"Aku dari kabupaten sebelah sih," jawab Ikmal.

"Kost berarti?" tanya Abil lagi.

"Enggak sih aku tinggal di asrama, aku masuk sini karena beasiswa, jadi milih tinggal di asrama aja biar lebih hemat," beber Ikmal.

"Wah hebat ya kamu bisa dapet beasiswa," jelas Abil.

"Kalau kamu asli sini? tanya Ikmal balik.

"Nggak, aku asli kota Tegal, di sini kost. Sama-sama anak rantau, bisa kali kita jadi teman," kata Abil.

Tak berselang lama datang seorang perempuan menghampiri Ikmal dan Abil.

"Ini maba FK ya?" tanya perempuan itu.

"Iya," jawab Abil.

"Kenalin, Caca," kata si perempuan itu.

"Abil," kata Abil.

"Ikmal," ucap Ikmal.

"BTW kita sekelas kan?" tanya Caca lagi.

"Iya," kata Abil.

Tak lama dari itu, satu orang laki-laki pun masuk ke barisan mereka, laki-laki itu terlihat ngos-ngosan.

"Hai," sapa laki-laki itu.

"Hai," sahut Abil, Ikmal dan Caca.

"Kenalin gue Ahmad, maba FK juga," ucapnya lagi.

Sejak hari itu mereka pun menjadi teman akrab dan saling support dalam meraih cita-cita mereka menjadi seorang dokter. Meski di antara keempatnya hanya Ikmal yang memiliki keterbatasan ekonomi, tapi Abil, Ahmad dan Caca tidak pernah memandang Ikmal sebelah mata, bahkan Abil, Ahmad dan Caca tulus ikhlas membantu Ikmal.

Seperti saat ini hanya Ikmal yang belum memiliki laptop, di antara keempatnya Caca lah yang paling berada, Caca ini anak dari dokter spesialis ternama di kota ini, meski orang tuanya bergelimang harta, Caca tetap rendah hati dan sederhana.

Suatu ketika Caca mengajak teman-temannya ke rumah untuk belajar bersama dan mengerjakan tugas, kemegahan rumah Caca oun membuat Ikmal, Abil dan Ahmad tajub.

Lihat selengkapnya