Tibalah saat sumpah dokter dilaksanakan, malam sebelum sumpah itu dilakukan nenek telah tiba di rumah Uwak, malam itu nenek berencana menginap di rumah dan keesokan harinya bersama-sama menghadiri sumpah dokter Ikmal. Di malam itu, Ikmal super sibuk menyiapkan apa saja yang perlu dibawanya ke acara sumpah dokter, sementara nenek berbincang dengan Uwak di teras depan.
"Din, terima kasih sudah merawat keponakanmu," ucap nenek pada Uwak.
"Sudah sepatutnya Bu," jawab Uwak.
"Ibu berharap Ikmal bisa jadi orang yang sukses, sedari kecil hidupnya sudah terkatung-katung, ayahnya meninggal, ibunya nikah lagi, perih apa yang anak ini belum rasakan," kata nenek.
"Doa saya pun begitu Bu, setidaknya dia lah yang harus jadi orang, supaya bisa membiayai adik dan kakaknya, terlebih dia anak laki-laki satu-satunya," balas Uwak.
"Oh ya, anak-anak kamu, Bea dan Andra di mana? Ibu tidak melihat mereka berdua sedari tadi?" tanya nenek.
"Andra ada di kamarnya, dia jarang sekali keluar kamar, sedangkan Bea sudah lama memilih tinggal di kost," beber Uwak.
"Tapi anak-anakmu baik-baik saja kan?" tanya nenek lagi.
"Baik, hanya saja mereka sedikit cemburu dengan hadirnya Ikmal di rumah ini," ucap Uwak tersirat.
"Maksudnya?" ucap nenek.
"Iya Bu, sebenarnya Bea pergi dari rumah setelah saya membelikan Ikmal motor, Bea merasa saya lebih sayang ke Ikmal daripada ke dia. Dulu waktu Bea awal-awal cari kerja dia selalu pontang-panting sendirian, bahkan untuk motor saja saja tidak bisa kasih, tapi sekarang giliran Ikmal yang cari kerja malah saya fasilitasi motor."
"Begitu pun Andra, ia sedikit kecewa dengan saya, karena saya belikan Ikmal motor, Andra menganggap saya sedang banyak rezeki, padahal selama ini Andra sudah cukup sabar emmakai HPnya yang sudah waktunya ganti, waktu dia minta HP ke saya, saya belum sanggup untuk memberikannya karena uang sudah saya pakai untuk membelikan Ikmal motor, atas hal itu kedua anak saya merasa kecewa," terang Uwak.
"Ya Allah, kenapa bisa seperti ini," ucap nenek.
"Sudah lah Bu, saya hanya menjalankan amanat dari Ibu untuk menjaga dan merawat Ikmal," kata Uwak.
"Tapi kamu malah berseteru sama darah dagingku sendiri," tambah nenek.
"Bea sudah besar, Bea bisa jaga dirinya sendiri, alhasil saya turuti kemauan dia untuk kost walau hati saya sebagai orang tua teriris tatkala saya dianggap lebih memihak pada ponakan daripada anak sendiri."
"Kalau Andra, saya sudah janji sama dia, ketika saya ada rezeki nanti, saya akan langsung membelikan dia HP," ungkap Uwak.
Nenek pun merasa sedikit tidak enak dengan Uwak, tapi biar bagaimana pun nenek tetap ingin Ikmal meraih cita-citanya menjadi seorang dokter.
"Mal, kenapa kamu tidak cerita ke nenek kalau Kak Bea pergi dari rumah," kata nenek sambil menghampiri Ikmal.
"Ikmal juga bingung nek, di satu sisi Ikmal tidak mau Kak Bea pergi, tapi di sisi lain Ikmal belum mampu bayar kost dan terpaksa harus numpang di rumah Uwak," kata Ikmal.
"Sikap kamu selama di sini bagaimana? kamu bantu-bantu Uwak dan Bibi nggak?" tanya nenek dengan suara sedikit meninggi.
"Nggak nek, Ikmal jarang sekali membantu Uwak dan Bibi, bahkan hanya sekedar cuci piring dan sapu lantai," terang Ikmal.
"Ya Allah Ikmal," ucap nenek terkejut.
Nenek pun menasihati Ikmal bahwa apa yang dilakukannya selama ini salah besar.
"Yang namanya numpang di rumah orang itu bangun lebih awal dari tuan rumah, cuci baju, dan piring bekas makan sendiri, bantu tuan rumah bersih-bersih, sapu lantai," seru nenek.
"Tapi nek, Ikmal kan koas, jadwal kmal kadang pagi buta sampai tengah malam, saat Ikmal berangkat orang di rumah ini belum bangun, saat Ikmal pulang, orang di rumah ini sudah tidur," jawab Ikmal.
"Kamu sering kali kirimkan uang ke nenek, kamu pernah kasih tidak ke Uwak dan Bibimu untuk sekedar beli beras?" tanya nenek lagi.
"Tidak pernah nek," jelas Ikmal.
"Mal, Mal, nenek kecewa, kenapa kamu tak sedikit pun peduli sama keluarga Uwakmu," tandasnya.
Mendengar pernyataan nenek itu, Ikmal pun merasa sedikit kecewa.
"Padahal dulu pernah mau kasih beras, tapi kata Uwak disimpan saja uangnya, serba salah kali jadi Ikmal ini," ucapnya dalam hati.
Pagi itu Ikmal, Uwak dan nenek pun bersiap ke acara sumpah dokter, sebelum mereka pergi Bibi sudah menyiapkan sarapan.
"Ini Bu, sarapan dulu seadanya," kata Bibi.
"Terima kasih, kamu tidak ikut ke acara sumpah dokternya Ikmal?" tanya nenek pada Bibi.
"Tidak Bu, saya di rumah saja, kasihan Andara kalau pulang rumah dalam keadaan sepi," jawab Bibi.
Setelah selesai sarapan, Ikmal, nenek, dan Uwak pun langsung berangkat.
"Besar sekali ya kampusnya, megah juga," kata nenek.
"Iya Bu, ini salah satu kampus terbaik," jawab Uwak.
"Aku bersyukur cucuku bisa kuliah di sini, maklum anak-anakku dulu tidak ada satu pun yang jadi sarjana," kata nenek.
"Iya Bu, bersyukur juga cucu Ibu, Bea dan Ikmal bisa sekolah sampai jadi sarjana," kata Uwak.
Acara pun telah dimulai, sepanjang acara nenek tak kuasa menahan tangis harunya, pasanya anak laki-laki yangs edari kecil ikut dengannya hari ini benar-benar resmi menyandang gelar sebagai dokter. Nenek pun tak henti-hentinya mengucap rasa syukur melihat Ikmal akhirnya bisa mewujudkan cita-citanya.
"Alhamdulillah, anak kecil yang dulu ditelantarkan ibunya kini sudah resmi jadi dokter," kata nenek pada Uwak.
"Iya Bu,," jawab Uwak sambil menepuk bahu nenek.
"Mendiang kakakmu pasti bangga melihat ini," ucap nenek lagi.
Akhirnya acara sumpah dokter pun selesai, saatnya sesi foto-foto pun dimulai, Ikmal mengajak nenek dan Uwaknya berkeliling sekitar kampus sambil berfoto-foto.
"Nek ini kampus Ikmal, ini namanya auditorium, nah diujung sana tempat biasanya Ikmal belajar," kata Ikmal.
Saat Asyik berfoto-foto, Ikmal pu dihampiri oleh Caca dan Abil.
"Mal, congratulations ya," kata Caca.
"Selamat Ikmal," kata Abil sambil menjabat tangan Ikmal.
"Selamat juga ya buat kalian, oh ya ini Uwak sama nenekku," kata Ikmal memperkenalkan.