Sepulang dari Tanah Suci, Ikmal pun mengajak nenek dan Kak Ayu tinggal di rumahnya, kini Ayu dan Ikmal sudah tinggal di satu kota yang sama, sementara nenek tinggal seorang diri di kampung. Lantaran usia nenek yang sudah cukup renta, Ikmal dan Ayu pun khawatir jika nenek sendirian di rumah. Meski nenek belum mengiyakan untuk seterusnya tinggal di rumah Ikmal, namun setelah pulang umrah Ikmal memaksa nenek untuk tinggal dengannya.
"Nek, nggak usah balik lagi ke kampung ya, di sini sana Ikmal. Kak Ayu juga nggak usah nge kost lagi, kita tinggal saja di sini sama-sama," pinta Ikmal.
"Nenek kan sudah biasa di kampung, mana bisa nenek lama-lama di kota, nanti rumah bagaimana?" jawab nenek.
"Tak apa lah nek rumah biarkan di sana, nanti minta tolong orang buat merawat, kasihan nenek kalau di rumah seorang diri," pinta Ikmal lagi.
"Iya nek, di sini saja, kita kumpul di sini. Nenek juga jangan capek-capek, di sini nenek sama kita nggak usah kerja ke kebun lagi," pinta Ayu.
"Iya nek, cucu-cucu nenek ini kan sudah pada besar, Kak Ayu sudah bekerja, Ikmal juga, biarlah kami yang menghidupi nenek, sejak kecil kami sudah sering menyusahkan nenek, izinkan lah nek kami berbakti, karena orang tua kami sudah tiada," kata Ikmal meyakinkan nenek.
"Mal, Yu, kalian ini kan sudah besar, sebentar lagi kalian akan berkeluarga masing-masing. Nenek tak apa di kampung seorang diri," kata nenek meyakinkan.
"Selama kami belum berkeluarga, kami akan jaga nenek, bahkan kalau kami berkeluarga pun nenek tetap kami jaga," tambah Ikmal.
Ketiganya pun masih menikmati momen bersama sepulang umrah, berbagi cerita dan bercanda bersama pun dilakukan ketiganya, tapi tiba-tiba terdengar orang mengucap salam dari depan pintu.
"Assalamualaikum," ucap seorang perempuan.
"Waalaikumsalam," jawab Ayu.
Ayu pun terkejut tatkala melihat seorang wanita dan anak gadis berada di depan pintu rumah Ikmal.
"Ibu," kata Ayu.
"Yu," jawab Ibu.
Rupanya yang datang sore itu adalah ibu dan Adelina, tak berselang lama, Ayu pun mempersilakan keduanya masuk.
"Nek, Mal, ada Ibu di depan," kata Ayu di ruang tengah.
"Ibu?' tanya Ikmal.
"Iyaa," tandas Ayu.
Ketiganya pun bergegas ke luar untuk menemui ibu dan Adelina. Benar saja, dua sosok wanita yang ada di ruang tamu Ikmal itu adalah ibunda dan adiknya.
" Ibu," kata Ikmal.
"Mal, Bu," jawab Ibu Ikmal sambil menjabat tangan nenek.
Singkat cerita, Ibu Ikmal sudah lama mencari tahu keberadaan anaknya, hingga satu ketika Ibu Ikmal itu mampir ke rumah Uwak Din, dari situ lah Ibu Ikmal memperoleh alamat tempat tinggal Ikmal.
"Saya sudah lama mencari keberadaan Ikmal dan Ayu, sampai akhirnya beberapa waktu lalu saya ke rumah Uwak Din, di sana, Uwak menceritakan banyak hal, salah satunya saat Ikmal masih berkuliah. Uwak juga bercerita kalau sekarang Imal sudah jadi dokter dan bisa membeli rumah di sini?" kata Ibu.
"Lalu kenapa ibu ke sini?" tanya Ikmal ketus.
Ucapan Ikmal itu langsung mendapatkan teguran dari nenek.
"Mal, jangan seperti itu," ucap nenek.
"Seorang ibu pasti rindu anaknya Mal, apalagi kita sudah lebih dari 15 tahun terpisah," kata Ibu sambil berkaca-kaca.
"Keputusan untuk berpisah itu kan berawal dari Ibu, kalau saja ibu tidak ngotot merantau ke Jakarta setelah Ayah meninggal, kita tidak akan berpisah selama itu," jawab Ikmal keras.
"Mal, mal," kata Ayu menenangkan.
Ibu pun menyadari betapa kecewanya Ikmal saat itu, bahkan kekecewaan itu masih dibawa Ikmal hingga kini.
"Mal, itu Ibu lakukan demi mencukupi kebutuhan hidup, Ibu harus banting tulang untuk kamu dan adik," jawab Ibu.
"Banting tulang untuk aku dan adik? apa Ibu lupa? selama ibu merantau di Jakarta, Ibu hanya tiga kali kirim uang ke Ikmal, setelah itu ibu nikah lagi, Ikmal mati-matian banting tulang sendiri sampai akhirnya bisa lulus kuliah."
"Ikmal jadi kuli panggul, Ikmal jadi tukang cuci piring, Ikmal jadi kurir, mana ada campur tangan ibu, yang ada nenek yang tulus mengurus Ikmal," serunya.
"Mal jangan begitu bicaranya, ini ibu yang melahirkan kamu," pinta nenek.
"Tapi Ibu jahat nek," kata Ikmal sambil menangis.
"Ibu tahu Mal, apa yang ibu lakukan ke kamu di masa lalu itu menyakitkan, untuk itu ibu ke sini mau minta maaf sama kamu, nenek dan Ayu," ucapnya.
"Kata maaf nggak akan bisa ngerubah apa pun Bu, sekarang hidup Ikmal sudah bahagia meski tanpa Ibu," imbuhnya ketus.
"Mal, jangan bicara seperti itu," pinta nenek.
"Bu saya tahu apa yang saya lakukan ke anak-anak itu cukup menyakitkan, tapi saya khilaf telah melakukan itu. Kedatangan saya kesini saya ingin bertemu Ayu dan Ikmal, saya rindu anak-anak saya," kata Ibu ke nenek.
"Iya Astri, saya paham. Reaksi Ikmal yang begitu pun juga diluar kendali saya, selama kamu tinggal pergi saya tak pernah sekalipun mengajarkan Ikmal dan Ayu untuk membenci kamu," jawab nenek.
"Sebaiknya Ibu ajak ngobrol lagi Ikmal kalau nanti dia sudah lebih baik, saat ini tolong tinggalkan Ikmal sendiri," pinta Ayu.
Menyusul Ikmal yang telah lebih dulu ke kamarnya, Ayu pun bergegas masuk ke ruang tengah, sementara nenek masih menemani ibu dan Adelin di ruang tamu.
"Saya paham kekecewaan yang dirasakan anak-anak selama ini Bu, tapi apa boleh buat semuanya terlanjur terjadi," kata ibu pada nenek.
Selain itu, Ibu juga bercerita kepada nenek, sebelum ia sampai ke rumah Ikmal, ia sempat bertemu Bea, anak Uwak Din. Di momen itu juga Bea bercerita soal Ikmal yang menumpang tinggal di rumahnya selama kurang lebih dua tahun saat menjalani koas.
"Saya sempat bertemu Bea belum lama ini, Bea bercerita Ikmal sempat tinggal di rumah Uwak selama kurang lebih dua tahun. Kehadiran Ikmal di rumah Bea rupanya membuat Bea kurang nyaman dan memilih untuk pergi dari rumah, Bea juga terlihat kesal dan menduga seolah saya membiarkan Ikmal untuk mengusiknya."
"Bukan maksud saya untuk membuat repot dan tidak nyaman saudara, tapi kondisi saat itu tidak memungkinkan untuk saya menjaga Ikmal. Saat mendengar cerita Bea hati saya terasa sakit sekali, saya merasa ibu yang gagal lantaran tidak bisa menjaga anak-anak saya," kata ibu.
"Ya saya tahu soal itu, bahkan sampai sekarang belum ada dari kami yang sempat meminta maaf pada Bea," ucap nenek.
"Saya begitu menyesal Bu telah menelantarkan anak-anak saya belasan tahun," kata ibu sambil berderai air mata.