Mengingat ibu dan Adelin kini tinggal di rumah nenek, Ikmal dan Ayu mulai lega sebab mereka tak lagi kepikiran soal nenek yang di rumah seorang diri. Atas hal itu keduanya pun kini bisa fokus bekerja, setiap akhir pekan Ayu pun mengunjungi nenek di kampung, sementara Ikmal baru bisa pulang kampung saat memiliki cuti. Suatu sore, Ikmal dan Ayu pun berbincang-bincang. Di momen itu juga Ikmal kembali menyinggung soal hubungan asmara Ayu.
"Kak, kakak ini usianya sudah matang, karier juga sudah oke, tapi urusan percintaan kok Kak Ayu nggak pernah bahas sih?" tanya Ikmal.
"Ya belum ketemu jodohnya aja," jawab Ayu.
"Coba dicari deh Kak, jangan fokus kerja mulu, nongkrong kek, udah kepala tiga lho kakak ini," pinta Ikmal.
"Cari uang lebih penting Mal," tambah Ayu.
"Yee hidup itu nggak cuma soal uang," beber Ikmal.
"Ya kalau memang ada jodohnya ya mau, kalau nggak ada ya nggak maksa," kata Ayu.
"Mau aku cariin dokter senior di RS tempatku praktik kah?" ucap Ikmal sambil berkelakar.
Di sisi lain, Ayu pun mulai kepikiran dengan ucapan adiknya itu, maklum selama ini Ayu bak balas dendam dengan masa lalunya, sedari kecil Ayu hidup kekurangan hingga harus rela beberapa keinginannya tidak terwujud. Tapi setelah Ayu bisa cari uang sendiri, hari-harinya hanya dipenuhi dengan urusan kerja hingga lupa akan asmara. D iusia yang sudah 35 tahun ini, Ayu pun merasa kariernya sudah matang, hanya saja kurang pendamping untuk melengkapi hidupnya.
"Dipikir-pikir, selama ini aku ngoyo juga ya kerjanya, tau-tau sekarang udah umur 35 aja," ucap Ayu dalam hati.
Saat melihat-lihat sosial media, banyak anak-anak sepantaran Ayu yang sudah memiliki keluarga.
"Lha ini Sari, udah punya tiga anak aja, Beta anaknya udah masuk SD," katanya kaget.
Selama ini, nyaris tak ada satu pun laki-laki yang berhasil dekat dengan Ayu, kehidupannya hanya berkutat di rumah dan di kantor saja hingga dia tak pernah mengerti pergaulan dunia luar.
"Hampir-hampir nggak ada satu cowok pun yang deketin aku," kata Ayu.
Setelah semalaman galau, hari ini hari yang cukup sibuk bagi Ayu, di mana dia harus mempresentasikan beberapa proyek besar untuk kerjasama dengan perusahaan otomotif asal Malaysia. Pagi-pagi buta Ayu telah mempersiapkan materi apa saja yang akan dipresentasikannya, tak berselang lama ia pun menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk dibawa ke kantor. Meski sudah memiliki banyak tabungan, Ayu masih mempertahankan kebiasaannya pulang pergi menggunakan kendaraan umum. Setiap hari Ayu ke kantor naik bus hingga ojek untuk mempersingkat waktu, maklum Ayu juga malas bermacet-macetan jika menggunakan kendaraan pribadi.
"Ya ampun udah jam 08.05 WIB, kenapa bisa telat ya," kata Ayu kaget saat sampai di kantor.
"Ini gara-gara Senin pagi nih, jalanan padat," umpatnya.
Sambil terburu-buru Ayu pun mencari ruangan meeting yang akan digunakannya untuk bertemu partner bisnis perusahaan.
"Mba meeting sama perusahaan otomotif asal Malaysia di ruang berapa ya, di I 21 kok saya lihat kosong?" tanya Ayu ke resepsionis.
"Oh dipindah ke ruang I 37 kak, tadi proyektor I 21 mati," jelas resepsionis.
"Ha? udah mulai," kata Ayu kaget.
"Ya sudah terima kasih Mba," pungkasnya.
Lantaran ruangan I 37 cukup jauh, Ayu pun mempercepat langkahnya melewati lorong, benar saja Aldo rekan Ayu sudah berada di ruangan tersebut, dengan muka tegang, Aldo meminta Ayu mempercepat langkahnya.
"Cepetan," bisik Aldo.
Mendengar ucapan Aldo itu Ayu langsung berlari masuk ke ruangan. Betapa kagetnya Ayu, perwakilan dari perusahaan yang akan bekerjasama dengannya pun juga sudah standby di ruangan.
"Permisi," kata Ayu tergesa-gesa.
Tanpa merespons ucapan Ayu, eksekutif muda asal Negeri Jiran itu hanya mengetuk-ketukan pulpen di atas meja.
"Ini Ayu, Pak Khair, teman saya yang akan mempresentasikan proyek ini," kata Aldo.
Masih tak menjawab pernyataan Aldo, Khair pun hanya melihat ke arah jam tangannya, sementara di sisi lain, Ayu telah mempersiapkan beberapa dokumen yang akan dipresentasikan. Sebenarnya Ayu hanya telat 10 menit dari jam meeting yang telah disepakati, namun menurut Khair yang merupakan warga negara asing kesalahan Ayu itu cukup fatal. Khair pun terlihat sempat memotong presentasi Ayu.
"Coba kamu jelaskan soal ini," ucap Khair kepada Ayu.
Lantaran masih dalam keadaan gugup, Ayu pun mendekati Khair, namun sayangnya Ayu tanpa sengaja menyenggol kopi yang berada di dekat Khairi hingga tumpah membasahi dokumen. Dengan sigap Khair pun langsung menyingkirkan ponselnya yang berada tak jauh dari tumpahan kopi tersebut.
"Astaga maaf Pak," kata Ayu.
Mendapati kejadian itu Khairi pun meminta meeting dihentikan.
"Stop, meeting bisa kita lanjutkan nanti," ucapnya sambil berdiri meninggalkan ruangan.
Aldo yang berada di bangku belakang pun tiba-tiba menghampiri Ayu.
"Yuuu, kok bisa siih, mana si Mas Esmut (eksekutif muda) badmood lagi," kata Aldo.
"Ya maaf Do, namanya juga apes," jawab Ayu.
"Lu sih dateng telat, grasak-grusuk," timpal Aldo.
Setelah keluar dari ruang meeting, Khair pun langsung menuju ruangan Bu Silvia yang tak lain adalah atasan Aldo dan Ayu.
"Mampus Yu, ternyata si Mas Esmud ke ruangannya Bu Silvia," kata Aldo.
"Duh, gimana ya kalau dia ngadu," kata Ayu sedikit ketakutan.
"Tamat lah Yu, bisa dimutasi ke pelosok negeri kita," tambah Aldo.
"Hih jangan ngomong gitu," pinta Ayu.
Keduanya pun lantas kembali ke meja masing-masing, meski memendam rasa takut, Ayu dan Aldo pun mencoba menyikapinya dengan santai, keduanya pun kembali melakukan pekerjaan masing-masing.
"Mba Ayu, Mas Aldo, dipanggil Bu Silvi di ruangannya," kata salah seorang karyawan.
"Tamat lah Yu," bisik Aldo.
"Ya udah ayok, makasih ya Mba," jawab Ayu.
Dengan mimik wajah ketakutan, Ayu dan Aldo pun memasuki ruangan Bu Silvia.
"Permisi Bu," kata Ayu dan Aldo.
Keduanya pun semakin kaget tatkala melihat Khairi juga ada di ruangan itu.
"Ayu, Aldo, masuk," kata Bu Silvia.
Keduanya pun hanya tertunduk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Nah Khairi sudah berbicara kepada saya, dia menyetujui proposal kita, tapi untuk dua pekan ke depan Khairi akan melakukan kunjungan di beberapa wilayah rumah produksi kita. Tak hanya itu beliau juga akan membagikan ilmu seputar otomotif. Nah saya minta Aldo yang temani Khairi selama ia di sini," kata Bu Silvia.
"Baik, Bu," jawab Aldo tegas.
Dalam kesempatan itu, Bu Silvia juga mengaku memiliki hubungan kekerabatan dengan Khair
"Nah sebenarnya saya dan Khair ini masih ada hubungan kekerabatan, saya juga sudah mengenal Khair dari dia masih kecil, jadi kalian jangan heran kalau Khair dan saya terlihat cukup akrab," kata Bu Sivia.
"Mungkin ada yang ditanyakan lagi?" kata Bu Sivia.
"Tidak Bu," jawab Ayu dan Aldo.
"Oke, silakan kembali bekerja," tukas Bu Silvia.
Setelah keluar dari ruangan Bu Silvia, Aldo dan Ayu pun merasa lega.
“Untung deh Yu si Mas Esmud nggak cerita saola kejadian tadi pagi, kamu telat numpahin kopi lagi,” kata Aldo.
“Aku juga udah takut banget Do, kirain dipanggil buat diomelin,” jawab Ayu.
“Ya udah lah, lupakan, btw yu, di lantai satu ada mesin kopi brau, cobain yuk buat ngilangin stress,” ajak Aldo.
“Nggak lah kerjaan aku banyak,” balas Ayu.
“Oh ya sudah, byee,” tutup Aldo.
Meski Khair tidak mempermasalahkan soal kejadian tadi pagi, Ayu pun tetap sungkan saat kembali bertatap muka dengan pemuda asal Malaysia tersebut, bahkan terkadang Ayu sengaja menghindari Khair saat keduanya berpapasan. Pagi itu Ayu berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya, pukul 06.00 WIB ia terlihat sudah berada di kantor, bukan tanpa alasan Ayu berangkat sepagi itu ke kantor, rencananya pagi ini Ayu akan menghandle anak-anak magang, jadi sebelum anak magang datang Ayu harus sudah standby di kantor.Setelah merasa seluruh berkas anak magang siap, Ayu pun pergi ke pantry untuk membuat kopi, maklum pagi ini Ayu masih sedikit mengantuk karena semalam begadang.
"Sepi banget, padahal udah hampir setengah tujuh pagi," kata Ayu sambil berjalan ke pantry.
Setibanya di pantry Ayu terlihat kebingungan dengan cara mengoperasikan mesin kopi baru di kantornya.
"Ini gimana cara pakainya? biasa bikin kopi manual tiba-tiba ada mesin kayak gini," kata Ayu sambil mengotak-atik mesin kopi tersebut.
"Ya Ampun gimana sih ini, mending manual aja nggak buang-buang waktu," umpatnya.
Di sudut pantry, Khair pun melihat Ayu sedang kebingungan dalam mengoperasikan mesin kopi, tanpa basa-basi ia langsung menghampiri Ayu, tanpa aba-aba Khair pun membantu Ayu. Dengan sikap dinginnya, Khair menyalakan mesin kopi itu. Tana berkata-kata Khair pun memberikan satu cangkir kopi buatannya untuk Ayu.
"Ini buat saya? terima kasih" tanya Ayu.
Tak berselang lama Khair pun meninggalkan Ayu, ia bergegas pergi dari ruangan itu.
"Sumpah itu orang dingin banget, basa-basi kek ngobrol, bikinin kopi terus pergi gitu aja," ucap Ayu.
Tak mau ambil pusing dengan sikap Khair, Ayu pun memutuskan kembali ke mejanya, sambil membawa secangkir kopi Ayu pun menyempatkan diri untuk sarapan pagi walau dengan sepotong roti.
"Yu, udah dateng aja," ucap Tiara rekan seruangan Ayu.
"Eh iya nih, ada anak magang soalnya, jadi harus standby pagi," jawab Ayu.
"Btw itu kopi bikin di bawah ya?" tanya Tiara.
"Iya, cobain deh enak lho," kata Ayu.
"Iya kemarin gue udah coba sama Aldo, emang enak, lumayan lah ngirit nggak usah beli kopi," ujar Tiara.
"Kalau aku mah suka yang manual aja Ti, aduk-aduk sendiri, pakai mesin ribet banget, ini tadi aja ditolong orang," ungkap Ayu.
"Ya ampun Yu, kudet banget sih, tinggal setting, pencet, jadi tuh kopi," kata Tiara.
"Ya maklum Ti, kan aku anak kampung, nggak ngerti lah begituan," jawabnya sambil berkelakar.
Waktu pun telah menunjukan pukul 08.00 WIB, di mana Ayu sudah harus bersiap-siap untuk mengisi pelatihan anak magang, ia bergegas turun ke lantai satu untuk menemui kelompok anak magang yang akan bertugas di kantornya.
"Hallo," sapa Ayu.
"Hi, kak," jawab kelompok anak magang itu.
"Kenalin aku Ayu, aku yang akan membimbing kalian selama magang di sini, pertama kita office tour dulu ya," kata Ayu.
Kegiatan pertama yang dilakukan Ayu bersama anak magang adalah perkenalan dan office tour, pembawaan Ayu saat mengajari anak magang pun terlihat humble. Tak ayal ia jadi satu-satunya pembimbing yang berkesan untuk anak-anak yang pernah magang di kantor itu, sebab pembawaan Ayu begitu ceria, humble, friendly dan nggak suka bentak-bentak itu yang membuatnya berkesan untuk anak magang. Selesai office tour Ayu pun mengantar anak-anak magang itu satu persatu ke meja masing-masing.
"Lisa ini meja kamu sama Yuna ya," kata Ayu.
"Makasih Kak," jawab anak magang itu.
"Nanti setiap pagi saya akan kasih kalian listing apa saja yang harus kalian kerjakan. Tapi nanti kalau seandainya ada kendala saat mengerjakan kalian boleh tanya sama Kak Tiara yang duduk di sini ya atau langsung ke meja saya, tapi agak jauh di sana," jelasnya.
Sambil mengantarkan anak magang yang lain, Ayu juga menjelaskan aturan-aturan apa saja yang berlaku di lingkungan kantor.
"Nah ini meja untuk Yusuf dan Ale, di sini dilarang keras merokok ya, kalau kalian mau merokok bisa di luar, ada area merokok," kata Ayu lagi.
"Baik kak," jawab si anak magang.
"Nah ini namanya Kak Aldo, kalau nanti dalam menjalankan tugas kalian ada kendala, bisa tanya langsung sama Kak Aldo ya," pinta Ayu.
Dua anak magang terakhir pun duduk di dekat meja Ayu.
"Nah ini meja untuk Dina dan Cika, kalau ada apa-apa bisa langsung tanya ke aku ya, meja aku di sini," ujarnya.
"Baik Kak," jawab anak magang itu.
"All done, selamat bekerja guys," tukas Ayu.
Siang itu kondisi kantor cukup sibuk, banyak sekali yang harus dikerjakan, sama halnya dengan Ayu, ia sibuk mondar-mandir menyelesaikan beberapa pekerjaan. Bahkan sampai waktu makan siang tiab ia masih sibuk mengurus pekerjaannya, meski begitu Ayu tetap menyuruh timnya untuk makan siang dan istirahat.
"Guys kalian boleh istirahat ya," kata Ayu di sela-sela mengerjakan pekerjaannya.
Siang itu Ayu pun skip makan siang, beruntungnya sore ini Ayu tidak sampai harus lembur. Karena pekerjaan sudah selesai dan waktu belum juga gelap, Ayu pun segera pulang, seperti biasa, ia pun segera keluar dari kantor dan bergegas ke halte bus. Namun sayangnya sore ini bus agak susah, ada yang lewat tapi selalu penuh, karena bosan menunggu Ayu pun berjalan kaki, hitung-hitung olahraga.
"Bus kenapa ya pada padet semua? dari tadi penuh terus, ya udah deh jalan kaki sambil cari jajanan, nanti kalo ga dapet bus juga naik ojek aja," kata Ayu.
Ia pun berjalan santai di tepi trotoar sambil menikmati suasana senja.
"Cantik banget taman depan kelihatannya, banyak yang jual makanan juga, mampir ah pengen makan baso kuah juga," sambungnya.
Saat Ayu berjalan santai dan menikmati pemandangan tiba-tiba ada suara laki-laki terdengar memanggilnya.
"Ayu," ucap laki-laki itu.
Ayu pun menoleh ke arah mobil merah yang berhenti tepat di sampingnya, karena kurang jelas siapa sosok yang ada di mobil merah itu, Ayu pun terdiam sejenak. Namun saat kaca mobil diturunkan lebih, Ayu melihat Khair yang berada di dalam mobil.
"Pak Khair," kata Ayu.
"Kamu mau ke mana?" tanya Khair.
"Mau ke taman depan sih," sambung Ayu.
"Bareng sama saya saja," pinta Khair.
"Saya jalan kaki saja, terima kasih Pak," tolak Ayu lembut.
"Udah nggak apa, masuk," pinta Khair sambil membuka pintu mobilnya.
Karena terus dipaksa, mau tak mau, Ayu pun masuk ke mobil Khair.
"Aduh maksa banget lagi, mana aku males semobil sama dia," ucap Ayu dalam hati.
"Aduh Pak, saya nggak enak lho dikasih tumpangan sama Bapak, jadi ngerepotin," kata Ayu.
"Nggak repot kok, lagian searah," jawab Khair.
Gila ini kali pertamanya Ayu naik mobil mewah dua pintu yang bener-bener malah banget kesannya, kursinya empuk, fitur-fiturnya canggih, aduh mimpi apa nih ditumpangi mobil mewah gini.
"Ayu tinggalnya dekat sini?'" tanya Khair.
"Oh nggak Pak, jauh, saya tiap hati ke kantor naik bus, entah kenapa sore ini bus pada penuh, jadi saya iseng jalan kaki, nanti kalau udah nggak muat jalan rencananya saya mau naik ojek." Terus tadi sambil jalan saya lihat taman depan kok kayaknya ramai, banyak stand kuliner, jadi rencananya saya mau mampir, Bapak mau ikut?" ujar Ayu.
"Boleh," jawab Khair.
Secara tidak sadar Ayu telah menawari Khair untuk pergi ke taman bersamanya, dan mengejutkannya Khair mau ke taman itu bersama Ayu.
"Aduh apaan nih, niatnya basa-basi malah dia mau ikut beneran," gerutu Ayu dalam hati.
Setelah sampai di taman keduanya pun berjalan santai sambil melihat-lihat stand makanan yang berjejer di tepi danau, Ayu juga memperkenalkan beberapa makanan yang Khair belum pernah lihat sebelumnya.
"Nah ini namanya harum manis Pak, dibuatnya dari gula terus dikasih pewarna dan dibentuk-bentuk," kata Ayu.
"Oh ini, kalau di Malaysia namanya gula-gula," jawab Khair.
"Oh ada ya? saya pikir nggak ada, maklum saya belum pernah ke luar negeri Pak," terang Ayu.
"Kalau ini namanya kue putu Pak, unik kan masaknya pakai bambu yang bisa ngeluarin bunyi-bunyian, di Malaysia ada juga kah?" tanya Ayu.
"Umm, unik ya, kayaknya di Malaysia nggak ada, apa saya yang kurang tau ya," kata Khair.
Setelah sekian lama berjalan, perhatian Ayu pun tertuju pada sebuah kedai bakso.
"Pak saya mau beli baso, Bapak mau juga?" tanya Ayu.
"Boleh," kata Khair.
"Mba, saya mau baso spesialnya satu ya, Pak Khair apa?" tanya Ayu lagi.
"Samain sama kamu aja," balas Khair.
"Berarti baso spesialnya dua ya Mba, terima kasih,"pungkas Ayu.
Sambil menunggu baso peranan mereka selesai dibuat, Ayu mulai bingung membuka pembicaraan apa lagi dengan Khair, alhasil ia pun hanya diam.
"Ini pesanannya ya Kak, totalnya Rp 64 ribu," kata sang penjual.
Saat Ayu baru membuka tasnya, Khair pun sudah lebih dahulu membayar pesanan itu.
"Sisanya ambil saja," kata Khair pada sang penjual.
"Terima kasih," kata sang penjual.
Seketika Ayu pun merasa terkejut dengan apa yang dilakukan Khair barusan.
"Yah Bapak, kok Bapak yang bayar," kata Ayu.
"Its oke," tukas Khair.
Lalu, keduanya pun mencari tempat duduk untuk menikmati semangkuk bakso yang mereka beli. Akhirnya Ayu dan Khair memutuskan untuk duduk di meja yang viewnya langsung ke menghadap danau.
"Pak saya nggak enak lho, jadi ditraktir, padahal saya yang ngajak ke sini," ucap Ayu.
"Its oke Ayu, btw jangan panggil Pak dong, saya seumuran kamu kok," kata Khair.
"Aduh nggak enak kalau cuma panggil Khair, canggung Pak," sambungnya.
"Coba aja Khai, nggak usah pakai Pak nggak usah pakai r, berasa tua saya," pinta Khair.
"Iya Khai," kata Ayu.
Sambil menikmati semangkuk bakso, keduanya pun banyak bertukar cerita, salahs atunya Khair bercerita tentang perjalanan merintis karier.
"Wah hebatnya Khai, pengalamannya luar biasa, pantas saja sudah sukses di usia muda," puji Ayu.
"Nggak juga kok, ya semua itu berkat kerja keras dan doa ibu," ungkap Khair.
"Prinsipnya kamu sama sih kayak adik aku, dan sekarang adik aku sukses jadi dokter," kata Ayu.
"Ayu punya adik?" tanya Khair.
"Iya, satu cowok yang aku cerita tadi, dan satu cewek masih sekolah," paparnya.
"Kalau aku abang dua, kakak satu, adik dua. Tapi yang belum menikah cuma aku sama adik aku yang bungsu," beber Khair.
"Wah seru ya keluarga besar," pungkas Ayu.
Karena hari semakin gelap, keduanya pun memutuskan untuk pulang, Ayu pun diantarkan Khair sampai ke rumahnya.
"Terima kasih banyak ya Khair, sudah diantar pulang, hari-hati dijalan," kata Ayu sambil berpamitan.
Ternyata Ikmal yang sudah berada di rumah menhintip dari jendela saat Ayu diantar pulang oleh Khair.
“Assalamualaikum," ucap Ayu.
"Waalaikumsalam,” jawab Ikmal.
Sengaja ingin menggoda sang kakak, Ikmal pun langsung mencecar Ayu dengan sejumlah pertanyaan.
“Sumringah banget, dianterins siapa tadi?” goda Ikmal.
“Atasan aku,” jawab Ayu.
“Mana ada atasan mau nganter pulang bawahannya, pacar Kak Ayu kali,” ucap Ikmal.
“Yee emang beneran atasan, udah lah Kak Ayu mau mandi, gerah,” ucap Ayu sambil meninggalkan Ikmal.
“Atasan, paling juga pacar Kak Ayu, tapi dia belum mau bilang,” ucap Ikmal.
Di situ Ikmal pun senang akhirnya Ayu mulai terbuka soal asmara, bahakan hari ini ia diantar pulang oleh seorang laki-laki. Tak pelak Ikmal pun ingin menceritakan berita bahagia itu ke nenek.
“Halo nek, ada berita bahagia nih,” kata Ikmal lewat telepon.
“Apa nih Mal?” ucap nenek penasaran.
“Barusan Kak Ayu diantar pulang sama laki-laki, tapi dia masih belum ngaku nek, kata dia itu yang antar tadi atasannya,” beber Ikmal.
“Kamu nih, suka sekali menggoda kakak kamu, sudah lah nanti ada juga waktunya Ayu memberi tahu kita, dah lah sabar ja,” kata nenek.
Malam itu raut wajah Ayu pun terlihat cukup bahagia, sebab malam itu ia baru saja dihubungi Bu Silvia yang memuji performa kerja Ayu yang sangat bagus belakangan ini. Namun ekspresi wajah Ayu itu rupanya disalah arti oleh Ikmal. Saat itu Ikmal menduga kakaknya seperti orang yang sedang dimabuk cinta.
"Duh senyam-senyum terus yang tadi dianter pulang sama cowok," goda Ikmal.
"Dih apaan, orang senyum-senyum karena dipuji bos, performa kerja bagus," jawab Ayu.
"Iya bos yang tadi kan?" tambah Ikmal.
"Nggak lah," seru Ayu.
"Katanya tadi atasan? bos kan?" goda Ikmal lagi.
"Dih apaan sih kamu, makan sana, Kak Ayu udah siapin makan malam buat kamu," pinta Ayu.
"Oke lah, masakan orang lagi kasmaran biasanya jauh lebih enak dari biasanya," ucap Ikmal sambil bercanda.
"Mal udah ya godain Kak Ayunya," pinta Ayu.
Tak lama berselang Ayu pun masuk ke kamarnya, di kamar itu Ayu mengakui jika sikap Khair di kantor dna di luar saat keduanya bersama tadi sangatlah berbeda. Khair yang tadi adalah sosok pria humble yang asik diajak bicara soal apa pun, selain itu Khair juga soosk laki-laki yang mandiri, cerdas, pekerja keras dan sayang keluarga. Mulai dari situ Ayu pun penasaran dengan sosok Khair lebih dalam, sambil tiduran ia pun mulai mencari tahu soal Khair lewat media sosial.
Awal mulanya, penelusuran Ayu soal Khair hampir saja gagal, sebab di beberapa media sosialnya, Khair terlihat begitu dingin dan jarang sekali posting, bahkan unggahan terakhir Khai ada di tahun 2020 saat merayakan momen Idul Fitri bersama keluarganya, setelah itu unggahan Khair pun senyap, tapi Ayu tak menyerah begitu saja sampai ia menemukan Instagram milik, adik Khair, Kyra. Adik perempuan Khair ini cukup aktif di media sosial terutama Instagram, setiap momen pun tak luput diabadikan oleh Kyra.
"Oh ini Instagram adiknya," ucap Ayu.
Perlahan-lahan, Ayu pun membuka momen demi momen yang diabadikan Kyra lewat unggahan Instagramnya, di situ Ayu menyadari bahwa Kyra sangat dekat dengan Khair.