Kadang kau tak sadar
rasa itu berbalas
-Author
πΈπΈπΈ
Jangan terlalu berharap
menjadi temannya saja sudah cukup berlebihan kalau meminta lebih
-Juan
π»
Deg!
Bagaimana jantungnya bisa aman bersekolah, jika Juan seperti ini.
Aluna langsung menoyor kepala Juan meski agak jinjit dan gelagapan. Pasalnya Juan hanya becanda, tapi bagi Luna itu membuat senam jantung pagi ini. Gelak tawa Juan pecah melihat wajah pucat Luna di lorong yang cukup ramai ini.
"Heh! Apa-apaan, siapa yang rindu. Kepikiran kamu seujung kuku aja ga pernah aku Ju. Jangan mimpi pagi bolong," ketusnya setelah menoyor kepala Juan.
"Pagi bolong apaan woy, hahaha. Siang bolong yang ada," timpal Juan sambil tertawa receh kepada Luna.
"Itu wajah ngapa pucet dah? Udah sarapan belum? Kalo belum ayok ke kantin, traktir aku," heran Juan dan langsung mengajak Luna ke kantin. Mumpung masih hari pertama sekolah dan masih pagi, belum ada jam pelajaran.
Tak jadi ritual ke dalam kelas dilakukan Luna. Langkahnya diajak berpaling ke kantin oleh Juan si tiang listrik. Luna menggerutu selama perjalanan menuju kantin. Mengumpat tak jelas pada Juan.
Kantin pagi ini cukup ramai, ada banyak sekali siswa, mungkin rindu kantin. Sesekali Juan tersenyum ramah pada adik kelas dan menyapa teman seangkatan lainnya, begitupun Luna. Siapa yang tak kenal mereka berdua.
Menjadi MC terfavorit di sekolahnya membuat Luna memiliki tidak sedikit penggemar, apalagi adik kelasnya yang baru masuk tahun lalu. Begitu kagum akan cara Luna memandu jalannya Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Senyumnya nan manis membuat siswa baru terpesona kala ia membuka acara formal MPLS. MPLS yang dikenal membosankan pada sekolah lain, berbeda jauh dengan MPLS di sekolah ini, seru, karena Luna yang memandu acaranya.
Juan, dia adalah salah satu kepala bidang (Kabid) di Osis. Tak kalah populer, juga tak kalah ramah. Pasangan serasi memang, pikir banyak orang. Namun, aslinya hanya mereka yang tahu, seperti apa mereka.
***
Seteguk air mengalir deras dari gelas ke tenggorokan Firza, napasnya belum teratur. Badannya sempoyongan, perlahan Firza menenangkan dirinya. Menarik nafas dan dihembuskannya. Melihat tingkah Firza yang seperti itu membuat dua orang yang sedang makan di kantin itu heran dan terkejut sekaligus akan sikap Firza.
Luna yang memang dasarnya cuek pada teman laki-laki selain Juan, ia hanya geleng kepala dan melanjutkan makannya. Firza adalah teman Juan, teman dekat, makanya Juan bersikap seperti anak tidak mempunyai akhlak padanya. Firza itu humoris pada siapapun, berbeda sekali dengan Juan yang ramah tapi tak banyak bicara jika belum mengenal dekat.
Juan beringsut memberi ruang untuk Firza duduk.