Hari ini tidak ada kegiatan belajar di SD Utama pascaujian. Untuk mengisi waktu luang, murid-murid diberi kegiatan menggambar bebas.
Tak lama kemudian, bel istirahat berbunyi. Seperti hari biasanya, jam istirahat dilewati para siswa dengan bermain bersama teman, jajan di kantin, dan lain-lain.
Saat Atian ingin mengajak teman sekelasnya bermain, Ahui melarang dengan berseru, "Kalian jangan mau berteman dengan Atian! Dia tidak selevel dengan kita. Dia berasal dari keluarga miskin, sedangkan kita berasal dari keluarga kaya. Lebih baik kita bermain bersama saja."
Seruan Ahui itu tidak hanya didengar oleh teman sekelas, melainkan teman-teman dari kelas lain juga. Hal ini membuat Atian merasa dikucilkan. Dia sedih melihat teman-temannya langsung menghindar darinya dan tidak mau bermain dengannya lagi.
"Eh, kalian lihat Atian! Dia mau menangis," ledek Ahui yang diikuti tawa teman-teman yang lain.
"Tidak malu, ya. Sudah kelas 5, tetapi masih cengeng," sambung Aloi.
Ahui, Aloi, dan teman yang lain semakin menertawakan Atian. Atian berusaha menahan air matanya agar tidak menangis di depan Ahui dan teman-teman yang lain walaupun matanya sudah memerah. Dia bergegas masuk ke kelas untuk menghindar dari teman-teman yang mempermalukan dirinya.
Mengapa aku tidak boleh bermain dengan mereka? Apa aku salah menjadi orang miskin? Atian berharap bel pulang segera berbunyi dan cepat sampai di rumah. Dia tidak kuat mendengar ejekan dari para temannya.
***
Hari menjelang sore. Atian duduk termenung di teras rumahnya sambil memikirkan kejadian tadi pagi.
Athuan heran melihat sikap Atian yang diam sejak pulang sekolah. Ibu satu anak itu menghampiri Atian. "Tian, mengapa kamu duduk diam di sini? Apa ada yang kamu pikirkan atau ada masalah di sekolah?"
Atian menggeleng. "Tidak ada, Ma." Dia terpaksa membohongi ibunya karena tidak ingin ibunya menjadi khawatir dan tahu apa yang sudah terjadi pada dirinya tadi pagi.
Athuan menyentuh pundak Atian. "Mama tahu kamu sedang memikirkan sesuatu sampai membuat kamu diam seperti ini. Ayo, ceritakan kepada Mama! Mama siap menjadi pendengar yang baik untuk cerita kamu."
Atian menunduk sedih. Tanpa dijelaskan pun, Athuan tahu anaknya itu sedang ada masalah. Namun, dia enggan menceritakannya.
"Kalau kamu tidak mau cerita ke Mama sekarang, tidak apa-apa. Mama bisa mengerti."