Secercah Asa di Desa Lada

Steffy Hans
Chapter #12

Sebuah Kemenangan

Setelah waktu istirahat sudah habis, pertandingan basket itu kembali berlangsung. Atmosfer pada babak ke dua ini terasa semakin memanas ketika tim Atian dan Ahui saling merebut bola dengan gaya yang luwes.

Trik-trik baru dari tim Atian membuat tim Ahui kewalahan. Dalam waktu sepuluh menit, tim Atian berhasil mencetak skor berturut-turut. Riuh tepuk tangan membanjiri lapangan basket. Hal ini membuat Ahui dikuasai oleh emosi dan kesal yang dipendamnya sejak tadi.

Aku tidak akan membiarkan tim kamu menang, Tian.

Semangat Ahui berkobar-kobar. Dia menyenggol Atian saat Atian akan melakukan shooting pada detik-detik terakhir pertandingan. Ternyata, yang dilakukan Ahui itu sia-sia saja. Bola itu sudah masuk ke ring sebelum Atian terjatuh sehingga membuat skor pada tim Atian bertambah dan menjadi pemenang dalam pertandingan tersebut.

Semua orang terkejut melihat aksi nekat Ahui yang terang-terangan sudah melakukan kecurangan kepada lawan. Suara peluit berbunyi sebagai tanda pertandingan itu telah berakhir. Pak Haris dan teman-teman Atian berlari ke tengah lapangan untuk menolong Atian. Mereka tidak peduli lagi dengan hasil akhir pertandingan itu karena kondisi Atian lebih penting.

"Tian, kamu tidak apa-apa?" tanya Pak Haris dengan wajah yang cemas.

"Tangan dan kakiku sakit, Pak," rintih Atian, kemudian dibantu teman-temannya untuk berdiri.

"Ayo, kita ke UKS sekarang! Tangan dan kakimu harus segera diobati," cetus Pak Haris.

"Baik, Pak." Atian hanya bisa menurut. Dia tertatih-tatih menuju UKS bersama Pak Haris dan teman-temannya.

Pelatih tim basket SMA Bangsa menghampiri Ahui dan memarahinya atas tindakan bodoh yang dilakukannya tadi. "Apa kamu tahu dampak dari perbuatanmu tadi? Nama baik tim kita dan sekolah bisa hancur. Sungguh memalukan!"

Ahui menunduk. "Maaf, Pak. Saya hanya ingin menyelamatkan skor tim kita agar tidak kalah dalam pertandingan ini."

Pelatih itu masih marah. "Lihat! Yang kamu lakukan itu sia-sia saja, Hui. Tidak berpengaruh apa pun pada skor tim kita yang ketinggalan banyak dari tim SMK Utama."

"Sekali lagi maafkan saya, Pak! Saya dan tim sudah berusaha keras melakukan yang terbaik untuk pertandingan ini. Saya juga tidak tahu mengapa permainan tim mereka bisa lebih hebat daripada tim kita. Biasanya, tim kita selalu tidak terkalahkan dari tim mana pun."

Pelatih itu berulang kali menghela napas untuk menetralkan emosinya. "Kali ini, Bapak maafkan kamu, Hui. Jika kamu melakukan tindakan bodoh seperti ini lagi, Bapak tidak akan segan mengeluarkan kamu dari tim ini dan menyerahkan posisi kapten kepada orang lain!"

Ahui menggenggam tangan pelatih itu. "Jangan, Pak! Jangan! Saya masih ingin menjadi kapten tim. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi, Pak. Saya janji."

"Bapak tegaskan lagi kepada kamu, Hui! Lain kali, sebelum kamu berbuat sesuatu, pikirkan dulu baik buruknya! Jangan langsung bersikap seperti tadi tanpa memikirkan resiko apa pun ke depannya!" Kemudian, tatapan pelatih itu beralih kepada para pemain SMA Bangsa. "Ini juga peringatan untuk kalian, ya! Jangan bertindak gegabah seperti Ahui! Apa kalian mengerti?"

"Mengerti, Pak!" sahut mereka serempak.

"Bagus! Sekarang kalian bisa bubar. Pertandingan sudah berakhir."

"Baik, Pak!" sahut para pemain tim SMA Bangsa sebelum membubarkan diri dari lapangan basket.

"Uh, semuanya berantakan!" gerutu Ahui kesal karena dia gagal membuat tim Atian kalah dan mendapat omelan pedas dari pelatih. "Bagaimana permainan mereka bisa sehebat itu?"

Aloi menepuk pundak Ahui. "Sudahlah, Hui! Semuanya sudah berakhir. Kita terima saja kekalahan ini. Lagipula, pertandingan ini hanya antarsekolah. Bukan tingkat kota atau pun provinsi. Jadi, biarkan saja mereka menang."

Ahui mendelik tajam ke Aloi. "Jika tim orang lain, mungkin aku bisa menerima kekalahan ini, Loi. Namun, lawan kita tadi itu tim Atian. Aku tidak bisa menerimanya dengan ikhlas."

Lihat selengkapnya