Di tengah perjalanan menuju pasar, Atian melihat Amei dan Alin sedang berdiri di pinggir jalan. Dia menghentikan motornya di dekat Amei.
"Hai, Mei. Kamu mau pergi ke mana?"
Senyum Amei mengembang. "Hai, Tian. Aku dan temanku mau pergi ke pasar. Kamu sendiri mau pergi ke mana?"
"Aku juga mau pergi ke pasar. Mau ikut aku, tidak?" Atian menawarkan tumpangan.
Dalam hati, Amei ingin sekali menerima tawaran Atian. Namun, dia tidak mungkin menerimanya dan meninggalkan Alin seorang diri menunggu angkutan umum.
"Lain kali saja, Tian. Aku akan pergi bersama temanku," tolak Amei lembut. Sesaat dia teringat dengan Alin yang menyukai Atian, tetapi belum ada waktu untuk berkenalan. "Oh, ya, Tian. Perkenalkan, dia temanku. Namanya Alin."
Atian dan Alin saling berjabat tangan dan menyebut nama masing-masing.
"Salam kenal, ya, Tian."
Atian tidak merespons ucapan Alin. Dia justru menatap Amei. "Malam ini kamu ada acara tidak, Mei?"
Amei menggeleng. "Tidak ada. Memangnya kenapa?"
"Ada bazar di pasar malam. Aku mau mengajak kamu pergi ke sana nanti malam. Apa kamu mau ikut denganku?"
Lagi-lagi, batin Amei berteriak ingin menerima tawaran Atian. Namun, terhalang oleh rasa tidak enak hati kepada Alin. Bagaimanapun juga, dia harus menjaga perasaan Alin yang menyukai Atian dari awal bertemu.
Alin berusaha menguatkan hatinya yang mulai terbakar api cemburu. Melihat interaksi keduanya membuat Alin yakin bahwa Atian dan Amei memendam rasa suka satu sama lain. Mengingat Amei adalah temannya sejak kecil, Alin memilih menurunkan egonya dan merelakan lelaki yang disukainya untuk Amei.
Belum sempat Amei menjawab, Alin menyela lebih dulu, "Kalau kamu mau pergi dengan Atian, pergi saja, Mei. Lagipula, kita masih bisa pergi sama-sama lain waktu, 'kan?"
"Aku—"
"Aku pulang dulu, ya. Have fun untuk kalian berdua." Alin menghentikan angkutan umum. Sebelum masuk ke angkutan umum, Alin melambai ke Amei dan Atian. "Bye, Mei. Bye, Tian."
Angkutan umum itu berlalu pergi. Alin mengalihkan tatapannya ke arah lain. Aku membiarkan kalian berdua karena aku tahu kamu juga menyukai Atian, Mei. Walaupun hatiku sedih melihat kedekatan kalian, aku tidak ingin hubungan pertemanan kita yang sudah terjalin lama menjadi hancur gara-gara cowok. Bagiku, pertemanan kita lebih penting dari apa pun, Mei. Buliran bening menetes ke pipinya.
Kini tinggal Amei berdua dengan Atian. Amei bingung dengan perubahan sikap Alin. Sangat jelas terlihat kecemburuan Alin. Namun, dia tidak tahu alasan Alin membiarkan dia pergi berdua dengan Atian, sedangkan Alin sendiri menyukai Atian.
Amei tersadar dari lamunannya ketika berulang kali Atian memanggilnya. "Iya?"
"Bagaimana sekarang? Temanmu sudah pulang. Apa kamu tetap mau berada di sini?"
Tanpa pikir panjang, Amei menerima tawaran Atian. Sesaat kemudian, motor butut Atian melaju.
Di belakang mereka, ada sebuah mobil putih yang mengikuti. Ahui menggeram di dalam mobil sambil menyetir, "Huh, lagi-lagi Atian lebih cepat dari aku! Aku tidak bisa membiarkan hal ini. Amei adalah cinta pertamaku. Dia tidak boleh didekati oleh cowok mana pun, selain aku."
"Mei, kamu mau turun di mana?" tanya Atian.
Amei menunjuk. "Aku turun di depan toko itu saja, Tian."
"Oh, oke." Motor Atian menepi sesuai tempat yang ditunjuk Amei.
Amei turun dari motor Atian. "Terima kasih, Tian."
"Sama-sama, Mei. Oh, ya. Nanti malam aku jemput kamu jam 7, ya."
Amei mengangguk. "Oke, Tian. Aku tunggu."
***
Alin sedang duduk bersandar di ranjangnya sambil memeluk guling. Air matanya masih keluar membasahi wajahnya sejak siang tadi. "Mengapa sesulit ini mengikhlaskan cowok yang aku suka untuk temanku sendiri? Rasanya ... sakit sekali. Mau melupakan Atian, tetapi tidak bisa. Dia adalah cowok pertama yang kusukai."
Ponsel Alin bergetar. Ada pesan singkat masuk. Ternyata, Amei yang mengirim pesan tersebut. Dia mengajak Alin untuk pergi bersama dengan mereka ke pasar malam.
"Aku tidak mungkin pergi bersama mereka. Yang ada, aku hanya akan menjadi pengganggu mereka. Lebih baik aku tolak saja. Iya, itu lebih baik daripada aku harus sakit hati lagi melihat kedekatan mereka."
Alin membalas pesan Amei bahwa dia tidak bisa ikut karena ada acara keluarga. Usai mengirimnya, dia membuka tirai jendela untuk melihat bintang-bintang yang berkelip di langit.
Semoga kalian bahagia, Mei, Tian.
***
Malam harinya, Atian bersiap-siap sebelum pergi. Athuan dan Atet keheranan menatap Atian.
"Kamu mau pergi ke mana, Tian?" tanya Athuan. "Tumben rapi sekali."