Secercah Asa di Desa Lada

Steffy Hans
Chapter #17

Pilihan Atian

Meski dilarang berhubungan, Atian dan Amei nyatanya diam-diam berpacaran. Mereka tidak bisa membohongi perasaan mereka masing-masing bahwa mereka saling menyukai.

Kedua sejoli itu sering bertemu di tempat-tempat rahasia. Namun, semua itu tidak akan berjalan lancar jika bukan Alin dan Adi yang membantu mereka.

Hingga pada akhirnya, mereka semua tamat sekolah. Bukan hanya Atian dan Amei yang berpacaran, Adi dan Alin juga. Mereka berempat sering pergi berkencan bersama, tetapi di tempat yang berbeda.

***

Siang ini, langit sangat cerah. Amuk datang ke rumah Atet untuk mengantar gaji Atet.

"Tet, ini gaji kamu," ucap Amuk.

"Terima kasih, Muk," balas Atet, lalu memanggil istrinya, "Thuan, buatkan kopi untuk Amuk!"

"Kamu juga?" tanya Athuan.

"Iya."

"Tidak perlu repot-repot, Tet," sahut Amuk.

"Tidak apa-apa, Muk. Hanya segelas kopi."

"Oh, ya. Atian sudah tamat sekolah, 'kan?"

Atet mengangguk. "Iya, baru beberapa bulan yang lalu."

"Apa dia sudah bekerja?"

"Belum, Muk. Dia hanya membantu-bantu aku di kebun. Dia sudah mencari pekerjaan di kota, tetapi belum dapat panggilan," jelas Atet.

Athuan datang membawa nampan yang di atasnya ada dua gelas kopi, lalu meletakkannya di antara Atet dan Amuk. "Diminum kopinya, Ko Muk."

"Iya, terima kasih, Thuan."

"Kamu tahu tidak di mana ada lowongan pekerjaan, Muk?" tanya Atet.

"Kalau di Bangka, aku tidak tahu, Tet. Kalau di Jakarta, ada, tetapi Atian mau tidak bekerja di sana? Kebetulan suami adikku kerja di sana. Dia bilang bosnya sedang mencari seorang karyawan toko. Pas sekali, Atian 'kan baru tamat sekolah. Dia bisa cari pengalaman dulu. Kalau dia mau, nanti aku hubungi suami adikku. Biar nanti dia beri tahu bosnya."

"Coba aku panggilkan Atian dulu, Ko!" Athuan bergegas mencari Atian di belakang rumah. Tak lama kemudian, Athuan dan Atian menghampiri Amuk dan Atet di teras.

"Ada apa, Khiu?" tanya Atian.

"Begini, Tian. Papa kamu cerita kalau kamu sedang mencari pekerjaan. Suami adik Akhiu beri tahu bahwa bosnya sedang mencari seorang karyawan toko. Katanya, gaji di tempat itu lumayan. Cocok untuk kamu yang baru tamat sekolah. Kamu bisa cari pengalaman dulu. Bagaimana, Tian? Kalau kamu mau, Akhiu bisa bantu kamu untuk pergi ke sana."

"Ke Jakarta?" Aku terima tidak, ya? Kalau aku pergi ke sana, sudah pasti akan berpisah dengan Amei. Kalau tidak, aku jadi penggangguran.

"Jadi, bagaimana, Tian?"

"Aku pikir-pikir dulu, Khiu."

"Kenapa dipikir lagi, Tian? Ini kesempatan bagus untuk masa depan kamu," ucap Athuan.

"Iya, Tian. Kamu bisa cari pengalaman selama bekerja di sana. Kamu juga bisa hidup mandiri," tambah Atet.

"Iya, Pa, Ma, tetapi aku mau memikirkan semuanya secara matang sebelum mengambil keputusan akhir."

"Ya, sudah. Tidak apa-apa, Tian. Kamu pikirkan saja dulu. Kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa datang ke rumah Akhiu."

"Auk, Khiu." Aku harus menemui Amei. Dia harus tahu soal ini.

***

"Menurut pendapatmu, aku harus pergi ke sana atau tidak?" tanya Atian setelah menceritakan tawaran dari Amuk.

"Aku akan mendukung apa pun keputusanmu, Tian. Kalau kamu mau pergi ke sana, tidak apa-apa. Aku ... akan menunggumu kembali," jawab Amei walaupun sebenarnya dia merasa berat hati.

Atian menggenggam tangan Amei. "Aku tidak bisa jauh dari kamu, Mei. Kalau aku pergi ke sana, sudah pasti kita akan berpisah."

"Ini semua demi masa depan kamu, Tian. Walaupun kita terpisah oleh jarak, kita 'kan masih berkomunikasi lewat telepon."

Lihat selengkapnya