Renata tersenyum merekah. Senyum yang tampaknya tidak pernah bosan tertoreh begitu saja di wajahnya. Wajah cantik yang tak ayal bisa membuat pria manapun tidak bosan untuk memandangnya. Gadis pemilik senyum itu telah memberikan hatinya pada seseorang yang selama sembilan tahun telah bersamanya dalam suka dan duka.
[Nanti kita ketemu di mall biasanya ya. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu. Surprise pokoknya]
Pesan pendek itu sukses membuat pipi Renata merona merah. Pengirim pesan itu adalah seseorang yang belum pernah tergantikan di hatinya. Cepat-cepat dia mematikan laptopnya dan bergegas pulang tepat jam lima sore.
[Oke. Aku mau beli skincare dulu. Kamu temui aku di sana ya]
Renata membalas pesan barusan dengan luapan bahagia yang membanjiri setiap relung hatinya. Selama sembilan tahun, rasa itu tetap sama, tersimpan rapi dan utuh.
"Hai Re, tumben pulang cepat?" tanya Haris, rekan kerja senior satu timnya. "Sepertinya ada yang sedang senang hatinya nih," ledek Haris lagi.
"Aku pulang duluan ya Mas. Nggak ada major issue kan buat besok?" Renata terlihat terburu-buru bergegas meninggalkan kubikelnya.
"Nggak ada. Ya sudah kamu hati-hati di jalan."
*****
Saat Renata masih sibuk memilih produk perawatan wajah yang akan dibelinya di sebuah counter produk kecantikan.
Tiba-tiba dari belakang, ada telapak tangan yang menutup kedua matanya. Tak lama kemudian, ada lengan yang merangkul pundaknya.
Ada hati yang dipenuhi oleh bunga-bunga, hati siapa lagi kalau bukan milik Renata. Segera, ia meraba tangan milik seseorang yang baru saja menghentakkan ratusan joule tepat di jantungnya. Tangan yang selalu ada untuk gadis itu sejak ia duduk di bangku SMA hingga detik ini. Bahkan, Renata tidak akan pernah bosan jika sembilan puluh tahun lagi, dia akan dipeluk oleh orang yang sama. Mencium aroma maskulin yang sama. Dicintai hanya dengan orang yang sama. Rasanya tidak ingin mencoba cinta lain dari pria manapun di muka bumi ini.
"Ah, pasti kamu Gibran. Aku sudah hafal ini tangan usil kamu," kata Renata sambil melepaskan tangan Gibran dari mata dan pundaknya. Ia menatap pria itu dengan penuh sayang, meski harus mendongakkan kepalanya.