Sepasang mata dari tiap manusia tengah mengarah pada kami. Mau bagaimana lagi? Pemusatan itu terjadi karena ulahnya Selly.
"Bisa pelan dikit, gak?" Bisikku. Selly menutup mulutnya dan menarikku keluar. Rossi juga ikut keluar mengikuti kami.
"Maksud Lo apa tadi?"
"Maksudnya dia, kemarin kebetulan seangkot terus gue kasih tahu dia Jeno itu yang mana." Rossi mewakili isi hatiku.
"Oh, hmmm... Sayang banget. Coba aja kalau kemarin gue sekolah." Selly menundukkan kepalanya lalu melanjutkan kata. "Kalau sekarang dia naik angkot lagi, kayaknya gak bakalan ketemu kita."
"Kenapa? Kita kan biasa pakai angkot. Bisa aja kan dia lagi pakai angkot juga." Timbalku.
"Mmm... Sebenernya gini, khusus hari ini kita ada angkutan khusus keluarga gue. Mamah bilang katanya udah ijin juga ke pengurusnya," Ucap Selly dengan nada kegirangan.
"Beneran udah ijin? Lo bilang ijin kemana emang?" Tanya Rossi.
"Ada deh pokoknya. Tapi kalau gini kan gue gak bisa bareng sama pangeran gue."
"Gapapa gak bareng dia juga. Kan ada kita-kita ini yang nemenin. Ya gak, Rossi?"
"Iya banget."
"Terharu ih. Apa gue ajak dia aja sekalian buat main bareng?"
"Main bareng? Gak ah. Gue gak setuju. Kita kan bestie. Kalo nambah personil cowok nanti malah ada yang jadian. Terus nasib gue yang jomblo gimana?" Aku tertawa mendengar kata Rossi. Sementara itu Rossi dan Selly terus saling perang kata karena topik yang sama, yaitu perihal satu laki-laki.
"Jen, cepetan. Mumpung kelas lain belum bubar semua!" Teriak Selly yang sudah bergerak beberapa langkah lebih jauh dariku.
"Iya." Saat hendak mempercepat langkah, notifikasi pesan singkat terasa di saku rokku. Aku mengeluarkan ponsel dan membacanya segera.
"Kalau ada yang ngasih surat bakalan di balas, gak?"
Pesan singkat tanpa nama pengirim ini kubiarkan tanpa dibuka. Daripada membaca dan membalas, aku lebih memilih bergegas mengikuti temanku yang sudah berjalan di depan.
Suasana kantin nampak masih sepi. Ada beberapa penjual yang masih menata beberapa makanan dan juga mengelap mejanya. Siswa yang lalu lalang pun hanya beberapa orang dan sisanya pasti masih jadi korban dari pengajar yang korupsi waktu.