Langkah kami menjadi terdengar suara kakinya saja. Rossi terus menubruk tanganku. Aku yang risih memelototinya. Dia melakukannya berulang dan aku memberinya reaksi yang sama.
"Nanti Lo tanya dia kenapa ya." Aku mengangguk dan langsung menutup pintu kamar. Di dalamnya sudah ada Selly yang terbaring berkaus kaki. Ini tidak seperti biasanya. Bajunya pun belum ia ganti.
"Sel, ganti baju dulu. Besok kan dipakai lagi," Ucapku sambil sedikit menggoyangkan kakinya. Dia sedikit menendang agar mudah bangkit lalu bergerak ke lemari.
Aku memperhatikannya pergi ke kamar mandi. Dia tidak mengeluarkan bunyi apapun dari mulutnya. Ruangan kami dingin ditambah dengan hadirnya gelap membuatnya menjadi pelengkap. Rasanya sepi padahal ada teman bernyawa.
"Sel, Lo kenapa?" Tanyaku usai melihatnya meluruskan badan di kasur.
"Gue gak apa-apa. Lo cepetan ganti baju, bersihin badan biar cepet tidur." Dia menyampingkan badan ke arah yang berlawanan denganku. Aku tidak akan menebak perasaannya. Biar besok saja kudapat jawabannya.
***
"Pagi, Selly." Rossi menyambut kami di lorong depan pintu. Dia melambaikan tangan pada Selly, tapi dia tidak membalas.
"Lo udah tanya belum semalam?" Bisik Rossi.
"Udah. Tapi gak apa-apa katanya," Balasku.
Kami membuntuti Selly perlahan. Baru beberapa langkah dari pintu utama asrama, Selly memutar kepalanya ke arah kami.
"Menurut kalian Mamah gue orangnya gimana?" Aku dan Rossi saling bertatapan. Sejak kapan dia memikirkan itu.
"Jelas baik lah. Mamah Lo kan ramah sama keliatan penyayang juga. Iya kan, Jen?"
"I... Iya, Sel. Baik banget orangnya." Selly kembali berjalan sambil menatap ke depan. Dia memberhentikan mobil dan kami ikut naik bersamanya.
"Mamah jadi beda." Celetuk Selly.
"Apanya yang beda? Menurut gue sih sama aja kayak biasanya." Kata Rossi.
"Dia jadi gak perhatian."
"Bukan gak perhatian, Sel. Mungkin Mamah Lo belum ada waktu aja. Dia kan lagi sibuk buka cabang di kota lain." Timpalku.
"Lo gak usah khawatir. Kan ada kita-kita ini." Rossi mengatakan itu sambil memegang pundak Selly.
"Kalo Lo ada apa-apa. Lo bisa cerita sama gue atau Rossi." Ucapku sambil memegang pahanya.