"Arghi!"
Selina berteriak kala dirinya sudah sampai di lapangan. Yang dipanggil menoleh tepat setelah dia berhasil memasukkan bola basketnya ke keranjang. Selina tersenyum lebar, melambaikan tangannya cepat seraya berteriak menghampiri Arghi. Arghi hanya menarik satu senyuman tipis dan ikut melambai. Sampai akhirnya, pacarnya ada di hadapannya memberikan sebotol air putih. Tahu kalau pacarnya itu suka bermain basket.
"Nih. Jangan sampai kamu depresi."
"Dehidrasi," koreksi Arghi seraya menerima botolnya.
"Oh iya. Gak papa lah, belakangnya sama-sama si," jawab Selina sembari cengegesan dan Arghi hanya tersenyum melihatnya.
"PACARAN LAGI! PACARAN LAGI!"
"GILAK GUE HARUS PERGI! GUE GAK MAU KETULER VIRUS PACARAN!"
"IH GALANG, JUSTIN, RAVELINO! BERISIK!" teriak Selina kesal dan dibalas tawa ketiga cowok itu. Ketiga sahabat Arghi yang selalu menganggunya dan Arghi.
"Udah. Gak usah marah-marah," ujar Arghi seraya merangkul Selina membuat Selina sontak menelan ludah karena dapat menghirup aroma Arghi dengan jelas. Keringatnya juga tercium. Tidak bau. Tapi harum. "Pulang aja. Gue anterin."
"Emang udah selesai?"
"Udah."
"Kamu main aja, aku juga nanti balik lagi ke kantin, masih ada PR—"
"Keira bilang udah enggak ada PR. Gak usah bohong. Pasti bosen nunggu gue," selanya sukses membuat Selina terdiam. "Lain kali kalau bosen, ngomong. Gue tahu, lo ngelihat gue main daritadi.," ujarnya seraya meraih tasnya.
"Iya ih. Galak banget si."