Secret

Janis Etania
Chapter #5

Chapter 4

Ssshh..”

Arghi menjauhkan sejenak kapas yang digunakannya untuk mengobati Selina mendengar Selina yang meringis kesakitan. “Sakit banget ya?” tanya Arghi dan Selina mengangguk.

Sekarang keduanya bersama Blood Kick sedang ada di tempat bakso Bang Ujang. Bang Ujang yang sudah dekat dengan Blood Kick terlebih dengan Selina, buru-buru menyiapkan obat-obatan yang ada di tempatnya. Selain tempat, kebetulan Bang Ujang juga tinggal disini. Semacam rumah yang dijadikan tempat berjualan. Awalnya ingin dibawa ke rumah sakit. Tapi Selina menolaknya mentah-mentah. Jadi, berakhir dengan Arghi yang mengobatinya dengan obat seadanya.

Sorry. Tapi lo harus tahan, nanti bisa infeksi, gak sembuh,” ujar Arghi lagi dan Selina tidak memiliki pilihan lain selain mengangguk.

Arghi kembali mengobati Selina. Sesekali terhenti karena Selina meringis. Sayang sekali Bu Melati—istri Bang Ujang—sedang tidak ada di rumah.

“Udah. Nanti pulang diolesin obat lagi. Gue udah minta Gavin beli obatnya,” ujar Arghi setelah luka-luka di tubuh Selina sudah diobati. Dari kening, siku, telapak tangan, sampai kaki. “Beneran enggak ada luka apa-apa lagi?” tanyanya memastikan dan Selina mengangguk.

“Iya. Beneran,” jawabnya berusaha meyakinkan. “Sekarang aku obatin muka kamu ya?”

“Gak usah. Nanti sembuh sendiri.”

“Enggak boleh! Pokoknya harus diobati!”

Maka Arghi tidak memiliki pilihan lain selain membiarkan Selina mengobati lukanya yang kebanyakan di wajah. Sedangkan di tangan karena kebanyakan didorong ke aspal. Sebenarnya di perut juga ada. Arghi akan mengobatinya sendiri atau tidak mengobatinya.

“Udah kan? Sekarang mending lo pulang. Gue anter,” ujar Arghi setelah Selina sudah selesai mengobatinya dan tengah membereskan barang-barangnya untuk masuk kedalam.

“Enggak usah. Aku udah pesen ojek online.”

“Siapa yang suruh lo pesan ojek online?”

“Enggak papa. Mau aja naik ojek. Lagi pula orangnya enggak bakal apa-apain aku.”

“Gimana kalau sampai lo ketemu Xavier?”

“Enggak kok. Mereka baru aja berantem sama kamu. Enggak bakal ada. Aku bakal oke.”

“Gue ikutin sampai pulang.”

“Kamu luka-luka. Enggak usah. Aku bukan anak kecil harus dijagain.”

“Jangan keras kepala, Selina,” peringat Arghi.

“Kamu juga,” balas Selina.

“Udah-udah. Mending gue aja yang ikutin dia. Lo mending disini dulu, bener kata Selina, lo luka. Gue bakal jagain dia.” Akhirnya Justin menawarkan diri. Menghentikan perdebatan pasangan ini.

“Eh gak usah, aku—”

“Justin ikutin atau gue gendong pulang sekarang juga,” ancam Arghi sukses membuat Selina akhirnya terdiam dengan raut wajah kesal. “Chat gue pas udah sampai. Jangan main hape di jalan, tas dipakai didepan, jangan belakang.” Tentu Arghi sudah mengantisipasi.

Kemudian Arghi menoleh pada Justin. Kemudian berdiri, menepuk pundak Justin. “Tolong jagain Selina, Tin. Kalau terjadi sesuatu, telepon langsung grup Blood Kick.”

“Sip!”

Akhirnya seperti itu. Ojek yang dipesan Selina sudah datang, jadi dia segera naik dan Justin buru-buru mengikuti. Arghi sendiri duduk di tempatnya setelah Selina sudah menghilang dari pandangannya bersama Justin.

“Sialan! Sekarang geng Xavier udah makin ngelunjak! Dia berani keroyokan sekarang!” kesal Alister. Salah satu anggota Blood Kick. Ucapan Alister sukses membuat tatapan Arghi menajam.

“Bener tuh! Untung tadi Selina hubungin kita! Terus kebetulan banget gue mau ke baksonya Bang Ujang, kalau gak?” kata Erland.

Untungnya tadi di tengah kepanikannya, Selina buru-buru menelepon Erland, salah satu geng Blood Kick. Erland yang memang sedang ditengah jalan hendak ke bakso Bang Ujang selain untuk makan, juga ingin menganggu orang pacaran segera menelepon grup anggota Blood Kick untuk segera ke tempat itu. Mereka semua akhirnya datang dan membantu Arghi.

“Beraninya main cewek lagi. Sengaja banget dia mancing Arghi. Kayaknya dia memang mau ngajak tawuran,” sambung Drake. Salah satu anggota Blood Kick juga.

“HAJAR AJALAH!” teriak Ravelino. Dia memang sangat membenci anggota Xavier.

Selain memang Xavier adalah musuh bebuyutan Blood Kick semenjak Alexander menjabat, sebelum Ravelino menjadi anggota Blood Kick, dia ingat jelas Alexander—ketua Xavier—sering sekali membully dan mengejeknya. Xavier dan Blood Kick ketuanya memang berteman. Hanya saja Alexander memang sejak awal benci dengan Arghi dan akhirnya mengibarkan bendera permusuhan. Arghi sering mengabaikan, namun di saat tertentu dia tak akan diam seperti hari ini.

Lihat selengkapnya