Selina mengusap rambutnya yang masih basah karena dia baru saja selesai mandi. Dia benar-benar terkejut mengetahui fakta bahwa Vino anggota Xavier, untungnya dia baik-baik saja dan diantar Aydan sampai rumah setelah mengisi angin di ban motornya.
Selina menoleh ke ponselnya dengan malas ketika ponselnya berbunyi. Dia mengambil ponselnya dan nama Arghi tertera di layar sukses membuatnya tersenyum. Rasa malas yang dirasakannya tadi seketika sirna. Dengan cepat diangkatnya, "Halo?"
"Halo? Lo tadi ketemu Vino, anggota Xavier?" tanya Arghi langsung. Dia pasti sudah diberitahu Aydan.
Selina terkekeh kecil. "Iya. Tapi aku oke kok. Vino malah baik kayaknya."
"Anggota Xavier enggak ada yang baik. Lo harus menghindar kalau ketemu siapapun anggota Xavier."
"Iya, iya. Aku kan enggak tahu Vino anggota Xavier. Awalnya cuman niat bantu. Lagi pula aku enggak lihat dia pas aku diculik."
"Iya. Dia ke Bandung. Udah setahun lebih. Tapi gak tahu kenapa dia balik lagi."
"Hah? Ternyata begitu."
"Hm."
"Udah-udah. Ganti topik aja," ujar Selina. Tidak mau memperpanjang topik yang sama. "Kamu udah sampai kan?" tanyanya.
Namun dia terkejut ketika Arghi langsung merubah mode telepon ke videocall. Dia menelan ludahnya. Mungkin Arghi ingin langsung memperlihatkan dan memang begitu. Tapi dia tadi malah buru-buru menelepon Selina setelah Aydan mengirim pesan kalau Selina bertemu Vino. Sudah seperti ini, lebih baik Arghi videocall saja, jadi tidak usah memberikan foto.
Selina buru-buru mengangkatnya dan dia terkejut melihat wajah tampan Arghi dengan jas yang rapi sedang menatapnya sukses membuat pipinya memanas.
"Udah. Lihat sendiri gue dimana," ujarnya seraya menggerakkan ponselnya dan Selina bisa melihat memang Arghi di acara pernikahan.
"Udah percaya?" tanya Arghi langsung.
"Iya."
"Ya udah. Kalau gitu, gue matiin dulu, acaranya mau dimulai."
"Eh, bentar Arghi," cegah Selina membuat Arghi mengurungkan niat untuk memutuskan sambungan videocall mereka. "Aku minta maaf ya karena enggak percaya sama kamu diawal," sambungnya langsung dengan wajah menunduk, merasa bersalah.
Arghi sendiri menarik satu senyuman tipisnya tanpa Selina ketahui. "Gak papa. Gue juga salah karena awalnya bohongin lo."
Selina mendongak terkejut mendengar ucapan Arghi. "Kamu gak marah?"
"Buat apa gue marah?" tanyanya balik sukses membuat Selina tersenyum lebar karena dia akhirnya bisa tenang. Hatinya terasa mengganjal sejak Arghi meninggalkan sekolah tadi.