“Berat banget?” Arghi bertanya ketika Selina memegang tasnya berkali-kali. Mereka sekarang sedang berjalan ke kelas, naik ke lantai tiga, dimana kelas mereka. Tapi Selina terus menyentuh tasnya. Biasanya tidak seperti itu.
Selina menoleh, memberikan senyumannya. “Lumayan,” jawabnya, tak mau menutupi.
Arghi sendiri tiba-tiba melepaskan tas Selina dari tubuhnya dan memegangnya sukses membuat Selina terkejut, tapi akhirnya dia tersenyum. “Makasih,” jawabnya langsung.
“Lo bawa apaan sih? Gajah? Berat banget,” ucap Arghi setelah merasakan memang tas Selina berat.
“Ya kan kerja kelompok hari ini. Bahan-bahan aku yang bawa.”
“Emang yang lain gak bisa?”
“Aku kan diminta buat beli. Mereka udah kasih duit buat bayar sekaligus ongkos. Kamu tahu sendiri, rumah aku lumayan deket sama fotocopy. Kemarin kan aku pergi kesana diantar Bang Jero.”
“Lain kali bilang ke gue aja, biar gue yang bawa.”
“Dih, aku gak mau. Kesannya kek alay banget. Lagi pula aku bisa bawa kali.”
“Ya bisa, tapi nanti gak tinggi-tinggi. Pendek terus,” sarkas Arghi sukses membuat Selina kesal sendiri.
“Arghi!” kesalnya seraya memukul-mukul Arghi yang malah tertawa puas. “Body shaming banget sih kamu!”
“Fakta.”
“Arghi!”
“Udah. Jangan mukul lagi. Nanti tas lo jatuh, gue lagi bawa, nanti bahan-bahan kelompok lo kenapa-kenapa jangan salahin gue,” ujarnya langsung, menunjukkan tas Selina yang tengah dibawanya membuat Selina mengurungkan niat untuk memukul.
“Cih. Untung aja bawa tas aku,” ujarnya seraya melipat kedua tangannya di dada dan Arghi hanya tersenyum menanggapinya.
Arghi hanya menaikan sebelah tangannya dan mengusap kepala Selina membuat Selina mengeluh karena rambutnya menjadi berantakan. Menurutnya ini kebiasaan buruk Arghi, tapi bagi Arghi, ini kebiasaan yang sangat dia sukai.
Mereka dilihat orang-orang, terlebih cewek-cewek, sudah terbiasa dengan itu. Tapi yang paling tajam melihat mereka adalah Aurel bersama kedua temannya Vania dan Lala.
Aurel benar-benar kesal dengan Selina. Seharusnya dia yang disana, disamping Arghi dan bermesraan dengan Arghi. Terlebih tamparan bekas Selina kemarin, rasanya masih membekas dan perlakuan Arghi, Keira kepadanya kemarin. Pasti masih banyak yang membicarakannya. Akar masalah ini semua karena Selina.
Aurel mengepalkan tangannya. “Senyum aja lo sekarang, sebelum lo panik setengah mati nanti,” ujar Aurel dengan tatapan begitu tajam.
***
“Udah nulis catatannya?”
Selina menggeleng untuk menjawab Arghi. Dia masih sibuk menyalin catatan di papan. Teman-temannya sudah pergi duluan diminta Selina. Tinggal Arghi dan dia disini karena yang lain sudah keluar.