“EH GIMANA SIH?! KOK BISA MENDADAK BERANTEM?! GALANG! MINGGIR! DRAKE JUGA!”
“Haduh, ini si tuyul berambut meresahkan aje,” rutuk Galang membuat Selina memasang wajah cemberutnya.
“Ya kan mau ngelihat Arghi. Lagian si Arghi kok mendadak bisa berantem sama Bima? Lama banget lagi sidangnya,” ujar Selina khawatir.
Memang setelah dipergok, Bima dan Arghi dibawa ke ruang guru. Entah apa saja yang dikatakan, sampai lumayan lama mereka didalam sana. Dari pelajaran pertama sampai sekarang. Ini sebenarnya belum istirahat, hanya saja karena guru yang mengajar juga mengusut kasus ini dan hanya memberi tugas, jika selesai, boleh istirahat. Akhirnya selesai tugas, teman-teman Arghi mengintip di pintu ruang guru. Bukan hanya mereka, tapi juga anak kelas mereka yang lain.
“Mana gue tahu. Jarang banget si Gigi berantem,” ujar Galang. Yang dimaksud adalah Arghi.
“Biasanya Arghi sampai berantem begini kalau ada hal yang buat dia emosi banget,” sahut Aydan dan teman-temannya tentu setuju.
“Iya sih, tapi kenapa ya? Bima kan cenderung tenang juga. Bukan anak nakal,” ujar Selina.
Aydan hanya mengangkat kedua bahu tanda dia tidak tahu. Namun perlahan teman-temannya menyingkir dari pintu ruang guru ketika Arghi dan Bima mulai berjalan ke pintu dan mereka akhirnya keluar tanda mereka sudah selesai disidang.
“Ghi, gak papa?” tanya Selina langsung.
“Hai, Sel.” Namun Bima tiba-tiba menyapa membuat Selina menoleh padanya.
Baru saja hendak menjawab, Arghi sudah memegang pergelangan tangannya dan menariknya pergi darisana. Teman-temannya heran, tapi akhirnya ikut juga ketika Arghi hendak pergi kemana.
Bima hanya menarik satu senyuman sinis ketika Arghi dan yang lain sudah menghilang dari pandangannya.
***
“Sakit gak, Ghi? Kamu daritadi cuman diem aja. Ini beneran udah diobatin dulu kan tadi di ruang guru? Aku oles obat lagi mau gak?”
“Ghi?!”
“ARGHI!”
Arghi menghela napas. Kemudian menoleh kepada Selina yang memandangnya kesal sekaligus khawatir. Menunggu jawaban Arghi yang hanya diam sejak tadi ketika dijalan, sampai dia dan teman-temannya di kantin.
“Udah diobatin. Gue oke,” jawabnya malas.
“Masa si? Keliatannya masih parah. Mau aku obatin lagi aja? Aku bawa kok obatnya. Kalau emang kurang bisa minta ke UKS.”
“Gak,” tolak Arghi dingin. Tak mau dibantah.
Selina berdecak pelan. “Lagian kamu kenapa sih tiba-tiba bisa berantem sama Bima? Tadi kan aku minta tolong bawa makanan ke kelas, kenapa bisa ke lapangan belakang sama Bima? Terus berantem lagi. Aku khawatir tahu. Belajar beneran enggak fokus.”
“Emang lo jarang fokus,” cecar Arghi membuat Selina kesal sendiri. Tapi tak bisa protes karena memang benar.
“Ya ini jadinya lebih parah. Aku jadi gelisah sendiri. Emangnya kenapa sih?”