“Kalian serius enggak ketemu sama dia?!”
Arghi menghela napas kasar ketika teman-temannya menggeleng. Dia memukul keras motornya. Sekarang mereka ada di halte bus, dimana biasanya Selina lewat disini ketika pulang.
Sebenarnya Arghi tidak sejahat itu. Dia tadi sengaja berucap dengan suara keras agar Selina mendengarnya. Kemudian setelah sekitar 5 menit Selina pergi, Arghi segera memakai helm dan buru-buru menyusul ke tempat biasa Selina lewati.
Dia sengaja agar Selina tidak menolak dan dia mengawasi diam-diam. Ketika dia diam-diam mengikuti ketika Selina baru saja pergi, tentu saja ketahuan. Jadi, dia diam-diam mengawasi ketika 5 menit sudah berlalu. Tapi dia malah heran ketika tidak menemukan Selina. Teleponnya tidak diangkat, teman-temannya juga.
Arghi sudah ke rumah Selina, tapi rumahnya gelap. Dia yakin Jero belum kembali dari kuliahnya. Jika gelap begini, Selina pasti belum pulang.
Teman-temannya juga membantu mencari di sekitar area Selina pulang. Tapi tidak ada hasil.
“Ghi, apa dia lewat jalan lain pulangnya?” tanya Alister yang berdiri dengan jaket Blood Kick. Begitupula teman-temannya.
“Kalau dia lewat jalan lain seharusnya dia udah pulang,” ujar Aydan.
“Lo udah periksa rumahnya lagi? Atau ada yang meriksa lagi?” tanya Justin.
“Gue tadi udah,” jawab Ravelino.
“Dia sebenarnya kemana sih? Dia beneran diculik sama Xavier?” tanya Gavin.
“Kalau diculik, urusannya panjang sih,” sahut Erland.
“Bisa aja bukan diculik Xavier, tapi diculik sama preman atau apa kek. Kan banyak penculikan,” ujar Drake.
“Bacot!”
Semua berhenti bicara dan menoleh kepada Arghi yang baru saja mengumpat kepada mereka. Arghi memberikan tatapan tajam yang sukses membuat orang-orang bergidik ngeri.
“Jangan ngomong macem-macem lagi, bisa digilis kita sama Arghi,” bisik Galang.
“Gue diem aja deh,” sahut Gavin dengan suara pelan.
Arghi menghela napas kasar. Mengusap wajahnya frustasi. Dia benar-benar cemas sejak tadi dan perkataan teman-teman hanya memperkeruh suasana. Dia menjadi semakin panik. Walau dia berpikir, apa itu benar? Jika benar, apa yang akan terjadi?
“Ghi, tenang.” Aydan mengusap bahu Arghi. “Kita cari lagi aja.”
Namun Arghi sama sekali tidak mendengar ucapan Aydan.
“Ghi!”
Aydan memegang lengan Arghi yang hendak pergi. Tapi, Arghi dengan cepat menepisnya. Aydan terkejut karena tatapan Arghi yang berubah. Tampak kesal, marah, sekaligus khawatir. Arghi sudah kehilangan kendali emosinya, dia sudah mulai tidak tenang lagi. Bahaya kalau Arghi sudah mode seperti ini. Arghi jarang lepas kendali, ketika lepas kendali, itu cukup menyeramkan.
“Arghi!” Aydan berlari, berdiri didepan Arghi yang baru saja ingin pergi. “Lo mau kemana?” tanyanya.
Arghi menatapnya tajam. “Jangan halangin jalan gue.”