"Makasih udah bantuin Adik gue."
"Gak masalah, Bang."
Akhirnya begini. Setelah Jero menceritakan semuanya, akhirnya dia mengucapkan terima kasihnya. Vino sendiri sekarang tatapannya menjadi berubah. "Gue gak nyangka mereka kayak gitu," gumamnya. Setelahnya dia memandang Jero yang senyumannya memudar. "Gue juga keluar dari Xavier. Enggak ada gunanya lagi gue disana."
Jero melebarkan matanya. "Vin, lo-"
"Sejak awal gue bertahan karena gue inget lo, Bang. Sejak awal gue mau keluar darisana, semenjak Alex menjabat. Sekarang gue udah enggak ada alasan untuk tetap disana."
"Berhenti berakting."
Suara itu membuat suasana menjadi terpecah dan menoleh. Arghi berdiri tak jauh dari Selina, ada disampingnya, hanya saja lebih jauh sedikit. Dia berjalan mendekati Vino, kemudian menarik jaket hitam yang dikenakannya membuat semua terkejut.
"Ghi!"
Selina langsung ingin menghentikan. Tapi dia ditahan oleh Jero. Ingin protes, tapi Jero menggeleng. Dari tatapannya, meminta Selina untuk percaya saja dengannya dan Selina akhirnya percaya juga.
"Mau lo apa? Mau nguntit Bang Jero dan Selina? Atau lagi berpura-pura baik biar lo bisa nyulik Selina dengan mudah dan dibawa ke markas Xavier?" tanya Arghi dengan cengkraman di kerah jaket Vino semakin erat.
"Capek ya gue ingetin lo? Gue udah bilang, gue enggak ada alasan apapun."
"Gak usah bohong!" tegas Arghi. Tatapan dinginnya keluar sekarang.
"Gue gak peduli lo percaya sama gue atau enggak. Yang penting Selina sama Bang Jero percaya sama gue."
"Akting lo bikin gue muak."
"VINO!"
Selina memekik kaget ketika Arghi mendadak melayangkan satu pukulan ke pipi Vino. Teman-teman Arghi juga terkejut. Vino terkejut juga mendapatkan pukulan tiba-tiba itu. Arghi kembali menghampirinya, menarik jaketnya lagi. "Bilang apa tujuan lo sebenarnya!"
"Lo keras kepala banget ya? Berani banget lo mukul gue?"
"Kenapa? Enggak terima? Mau mukul balik? Gue habisin lo-"
"Arghi."