Pulang sekolah sudah tiba. Keira seperti biasa pulang duluan dengan Erland dan Selina disini. Dia sengaja keluar lebih cepat sebenarnya agar dia bisa segera pergi setelah Vino menjemputnya. Malas sekali kalau sampai Arghi berniat menghentikan dan malah ribut di sekolah.
Tak lama Vino datang. Dia tidak membuka helm, hanya memberi kode segera naik dengan kepalanya. Selina baru saja hendak kesana, namun dia berhenti ketika ada yang memegang pergelangan tangannya.
Itu Arghi.
“Ghi?” ucap Selina langsung. Namun dia cepat tersadar dari keterkejutannya. “Ghi, gue—”
“Lupa terus. Pakai 'aku-kamu' kan kesepakatan kita tadi?” selanya membuat Selina mau tak mau menghela napas.
“Iya. Ya udah, lepasin. Aku mau pulang.”
“Gak usah.”
Kening Selina berkerut. “Maksud kamu?”
“Pulang sama aku.”
“Arghi! Jangan gini, nanti—”
“Lepasin. Gue udah dikasih wejangan sama Bang Jero,” ujar Vino yang sudah datang.
Arghi menarik Selina berdiri ke belakang tubuhnya. “Dia pulang sama gue hari ini.”
“Perlu gue ulangin?”
“Hari ini gue anter dia dengan selamat dan gue nanti yang bakal bilang sama Bang Jero.”
“Gak—”
“VINO! ABANG VINO!”
“SINI SAYANG!”
Semua menoleh ketika suara heboh itu terdengar. Anggota Blood Kick ternyata. Vino sudah bersiap untuk berantem. Tapi dia terkejut ketika Galang malah memeluknya dan anggota Blood Kick yang lain hanya mengerumuninya. Tidak berniat bertengkar sama sekali.
“Wahai, Vin, kamu gak papa?” tanya Galang setelah melepas pelukan mereka.
“Ih! Apaan sih anjir! Jijik gue!” ujar Vino mendorong Galang menjauh seraya mengusap wajahnya geli.
Arghi menyadari teman-temannya, terlebih Galang melakukan itu agar dia bisa segera pergi. Jadi Arghi tidak pikir panjang untuk menarik tangan Selina dan berlari pergi darisana. Selina juga tak punya pilihan lain selain mengikuti.
Selama berlari Selina menyadari bahwa Arghi tidak membawa motornya. Jadi, Arghi hanya cepat-cepat membawanya berlari tadi, melupakan motornya.
“ARGHI! UDAH! STOP!”
Arghi berhenti berlari dan menoleh ketika Selina menahan dengan sekuat tenaga. Dia melihat Selina yang napasnya tidak beraturan, melepaskan tangannya yang menahan Arghi. Dia menatap Arghi kesal.
“Apaan sih kamu? Lari-lari begitu? Capek tahu,” gerutunya. Kemudian duduk di kursi halte bus.
“Kalau enggak lari, nanti Vino bakal nganter lo pulang,” jawab Arghi dengan keringat menghiasi dan duduk disamping Selina.
Dibanding Arghi, Selina napasnya lebih tak beraturan. Efek tidak suka berolahraga, tidak seperti Arghi yang suka bermain basket.