“Loh? Kok bisa disana?” tanya Selina langsung spontan. Benar-benar heran sekaligus terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka kalau uang kas kelas ada didalam tasnya.
“Lah? Jadi Selina yang nyuri?” ucap Clara langsung.
“Gue gak kepikiran Selina yang nyuri.”
“Motif apaan sih lo begitu? Kotor tahu cara lo.”
“Pacar Arghi tapi malah begitu.”
“Enggak! Gue enggak mungkin nyuri uang kas! Gue aja enggak tahu gimana uang kas itu ada di tas gue!” pekik Selina ketika teman-teman sekelasnya mulai berucap padanya.
“Mana ada sih maling mau ngaku? Ngaku aja lo!” cecar Leon.
“Tahu! Najis lo!” ucap Aurel.
“Udah ketangkep basah masih mau ngelak.” Lala memanasi.
Setelahnya kelas mulai ramai, banyak yang mulai membicarakan Selina, mengata-ngatai Selina membuat Arghi geram. “Bisa diem gak mulut lo semua?!” bentak Arghi langsung membuat semua terkejut. “Ini belum ada buktinya! Gak usah asal nuduh!”
“Apaan sih Ghi? Jelas-jelas itu uang kas ada di tasnya! Itu buktinya! Gak usah bela, mentang-mentang dia pacar lo!” Aurel berucap.
Arghi menoleh pada Aurel, memberikan tatapan tajamnya. “Emangnya enggak bakal ada yang masukin ke tasnya Selina? Biar Selina dituduh? Rencana licik itu bisa dilakuin sama siapa aja, apalagi lo.”
“Jadi lo nuduh gue?” tanya Aurel kesal. “Enak banget ya bibir lo! Buktinya apa kalau gue yang lakuin?”
“Dengan sikap lo semua ini, itu udah jelasin semua,” jawabnya santai.
“Itu bukan gue, ngapain gue begitu?”
“Masa?” Alister yang menanggapi.
Aurel akhirnya mendengus. Percuma banyak berdebat dengan mereka.
“Daritadi sepanjang istirahat Selina sama gue. Dia enggak ke kelas. Baru masuk ke kelas tadi aja udah pada sibuk nyariin uang kas. Jadi udah pasti bukan Selina yang lakuin.”
“Siapa tahu dia suruh orang lain,” cecar Aurel.
“Terus dengan bodohnya Selina taruh di tas? Padahal setiap ada barang hilang yang diperiksa pertama pasti tas.”
“Ya kan Selina emang bodoh,” jawab Lala sukses mengundang tawa sebagian orang disana. Dominan cewek-cewek yang tidak suka Selina semenjak menjadi pacar Arghi.
“Ada yang ketawa lagi, gue kasih cabe mulut lo,” ancam Arghi membuat suasana kembali hening.
“Udah-udah. Gue rasa si Selina enggak mungkin nyuri,” ucap Raka membuat semua menoleh padanya. “Dia kan udah ada Arghi, dia bisa ngambil uangnya kapan aja. Ngapain susah-susah nyuri? Nyolong atau morotin juga—”
“Arghi!”
Selina memekik ketika Arghi menghampiri Raka, kemudian menghimpit pria itu ke tembok, meletakkan lengannya ke leher membuat Raka napasnya tercekat. “Coba ulang omongan lo!” tegas Arghi.
Raka napasnya semakin tak beraturan karena Arghi menghimpit lehernya dengan lengan semakin kencang. Namun Raka menarik satu senyuman miring. Dia memang membenci Arghi. Menurutnya, Arghi menghambatnya untuk menjadi idola di sekolah ini.
“Cewek lo, Selina suka morotin—”
“Bangsat!” Arghi melayangkan pukulan di pipi Raka. Keras sekali sampai sudut bibir Raka berdarah. Tapi Arghi tidak peduli.
“Arghi!” Aydan menahan Arghi yang hendak memukul Raka lagi. Alister juga membantu. “Udah, Ghi! Cukup! Lo bisa ketahuan sama Pak Samsudin. Gue yakin Pak Samsudin bentar lagi balik!” ucap Aydan.