"ANJING!"
Makian Alexander terdengar jelas di markas Xavier. Anggotanya hanya bisa diam. Mereka benar-benar jengah dengan keributan yang selalu terjadi di markas hampir setiap hari karena ulah ketua mereka sendiri, Alexander. Mereka hanya diam dengan raut wajah kesal melihat Alexander yang menendang kursi dan meja. Mereka juga yang akan membersihkannya.
"Lex, mau sampai kapan sih lo begini?" Sampai akhirnya Johnny bersuara. Seperti tidak tahan lagi. "Kita semua turut prihatin sama jatuhnya perusahaan Papa lo. Kita juga awalnya maklumin pas elo keliatan kacau banget. Tapi kalau lo begini terus, kita semua juga enggak bisa maklumin terus. Harusnya kalau lo bijak, lo enggak akan lampiasin emosi lo disini," sambungnya, menyampaikan keluh kesahnya dan anggota lainnya.
"Bener kata Johnny, lo kesannya jadi nyebelin banget," ucap Richard. Tidak tahan juga.
"Gue setuju sama mereka. Ada masalah ya enggak usah bawa kesini. Ini kekacauan setiap hari lo yang buat," ucap Stevan.
Alexander menarik satu senyuman sinis. "Jadi lo semua sekarang nyalahin gue? Mau ngebangkang?"
"Bukan ngebangkang, tapi lo udah keterlaluan," jawab Mark.
"Gaes, kenapa sih? Kok kalian jadi gini sama Bang Alex?" tanya Reza. Reza memang sahabat Alexander, mereka berdua sangat dekat.
"Sini lo semua!" marah Alexander.
"Lihat aja, lo sampai mau mukul anggota lo sendiri," ucap Johnny. Sama sekali tidak takut dengan Alexander yang sudah bergerak maju ke arahnya dan teman-temannya dengan tatapan tajam.
"Itu karena lo semua ngebangkang! Kalian bahkan enggak peduli sama gue! Gue lagi stres karena ada masalah!" bentak Alexander.
"Kita tahu! Lo kira kita semua gak peduli? Peduli banget! Tapi dengan begini lo kira kita semua gak kesel? Kemarin aja anggota kita dipukul sama lo! Gak ada minta maaf lagi! Kerjaan lo sekarang cuman ngerecok markas!" bentak Mark.
"Lo enggak inget? Lo sendiri yang bilang! Waktu itu gue lagi ada masalah, gue nendang kursi buat lampiasin kekesalan gue, lo bilang enggak boleh ada yang bawa masalah pribadi disini! Lo bahkan ngusir gue!" bentak Richard. Itu salah satu kekesalan yang masih dirasakannya.
Alexander beralih ke Mark dan Richard, memegang baju kaos yang dipakai mereka. "Bacot lo!" Kemudian melayangkan pukulan di pipi Mark, kemudian bergantian ke Richard.
"ALEX!" teriak Bastian.
Bastian dan Stevan buru-buru menghampiri Mark dan Richard, keduanya membantu mereka berdiri. Sudut bibir mereka berdua sudah berdarah. "Anjing lo!" maki Mark.
"Mark." Bastian menghentikan Mark yang ingin membalas karena pertengkaran nanti akan semakin sengit. Dari segi kehebatan, Bastian takut Mark bisa kalah dan babak belur karena Alexander.
"Elo duluan!" bentak Alexander. "Mau berantem lo? Atau siapa lagi mau berantem sama gue?!"
"Lo-"
"Ribut?"
Richard yang baru saja ingin marah-marah, berhenti dan menoleh ketika mendadak ada yang berbicara dari pintu markas mereka. Mereka terkejut melihat siapa yang datang.
Arghi beserta teman-temannya-anggota Blood Kick-Jero, Selina, Vino, dan Nero. Tadi yang menyela Richard adalah Jero.
Alexander menghampiri dengan tatapan tajamnya. "Mau berantem lo kesini? Mantan ketua Xavier, mantan anggota Xavier juga ada disini sama anggota Blood Kick dan ketuanya. Pengkhianat."
"Jaga bibir lo. Dulu Blood Kick dan Xavier enggak begini, semuanya jadi begini karena lo. Sejak awal enggak ada permusuhan. Lagi pula gue sama Nero juga gak mau disini sejak awal semenjak elo menjabat," ucap Vino geram.
Alexander menarik senyuman sinis. "Gue juga gak butuh mantan ketua dan mantan anggota."