Selina tidak berbohong, wajah pria ini sangat mirip dengan Arghi, bahkan Selina lihat tidak ada bedanya sama sekali. Cetakan Arghi sekali. Namanya Arga? Siapa Arga? Sebenarnya jika seperti ini hanya memiliki satu kemungkinan yakni kembar. Tapi dia ingat, ketika ke rumah Arghi beberapa kali dia tidak pernah melihat pria ini, Arghi juga tidak pernah mengatakan dia ada saudara kembar laki-laki, hanya memiliki adik perempuan.
Arghi seakan tertarik ke dunia nyata. Dia buru-buru menoleh kepada Selina yang masih terkejut dengan wajah pria ini.
“Lo ngapain kesini? Pergi sekarang!” tegas Arghi pada pria bernama Arga ini membuat Selina menoleh. Dia bisa melihat, Arghi marah tapi juga tampak takut. Berbeda sekali dengan aura ketegasan dan dingin Arghi.
“Ghi, gue udah gak bisa tahan lagi, kita harus—”
“Pergi lo sekarang!” bentak Arghi.
“Gak, Ghi! Gak semuanya harus begini! Gue udah gak tahan semuanya! Kita harus bilang, gue udah bahas ini! Kenapa lo masih nolak, Ghi? Lo tega bohongin dia lebih dari ini?!” bentak Arga. Dia seperti mengeluarkan bebannya dan perkataannya sukses membuat mata Selina melebar.
Bohongi? Apa maksudnya?
“Bohongin?” tanya Selina langsung. “Apa maksud lo? Sebenarnya lo siapa?! Lo mirip banget sama Arghi!” Selina yakin, ada yang tak beres.
Arghi juga menjadi semakin panik. “Sel, kita pergi sekarang,” ucapnya cepat, kemudian dia segera memegang pergelangan tangan Selina hendak membawanya pergi.
“Ghi, lepasin! Aku harus jelas! Harus ada penjelasan! Ghi!”
Selina memberontak dan berusaha melepas, tapi tidak ada gunanya, Arghi tetap menahannya dan menariknya pergi. Benar-benar ingin jauh dari pria berwajah sangat mirip dengannya ini. Selina yakin, itu pasti kembaran Arghi. Operasi plastik? Apakah mungkin? Tapi yang penting sebenarnya adalah apa maksud membohongi itu?
“Arghi!”
Tapi sekarang pria ini menahannya juga, memegang pergelangan tangan sebelah Selina. Selina menoleh, kemudian memandang Arghi yang memandang Arga tajam. Arga membalas juga tak kalah tajam.
“Lepasin dia, Arga!” bentak Arghi. Dia menarik Selina mendekat padanya membuat Selina meringis. Oke. Arghi benar-benar marah sekarang, emosinya tidak terkendali. Selina meras
“Lo yang lepasin!” bentak Arga juga. Suasana menjadi benar-benar tegang.
“Udah ih! Apaan sih?!” kesal Selina.
Selina melepas kedua pergelangan tangannya dari kedua cowok kembar ini. Arghi dan Arga. Keduanya menatap Selina, sebelum Arghi melayangkan protesnya, “Ngapain lo lepas tangan gue?” kesalnya. Dia melirik Arga sejenak. “Pulang aja kita sekarang.”
“Enggak! Aku mau dengar penjelasannya! Dengan jelas!” bentak Selina, menolak keras.
“Sel, dengerin gue, pulang sekarang.”
“Ghi, gue udah gak bisa. Kita harus kasih tahu, udah cukup kita permainin dia. Kalau emang kita mau dapetin hatinya, kita harus berkompetisi terang-terangan. Enggak bohongin dia kayak gini. Kalau lo takut lo kalah, itu urusan lo!” bentak Arga. “Kalau bisa sekarang tanya aja hasilnya, dia lebih suka sama lo atau gue!”
“Arga!"
“Apa maksudnya?!” bentak Selina. Dia benar-benar tak tahan.
“Sel—”
“Kamu diem, Arghi! Aku ingin bicara sama dia!” sela Selina membuat Arghi terdiam. Dia bisa melihat kilatan amarah dari mata Selina. Selina sekarang sudah tak bisa dibujuk lagi. Selina menoleh lagi pada Arga. Arga juga terkejut melihat Selina yang marah. “Kasih tahu gue! Apa maksud semuanya, Arga?”
Arga tersadar dari keterkejutannya. Dia melirik Arghi sejenak. Arghi memberikan tatapan tegasnya, isyarat untuk tidak memberitahu apapun. Arga ragu sendiri, dia melirik ke arah Selina yang menunggu penjelasannya. Arga awalnya memutuskan untuk tidak mengatakan apapun, tapi mengingat apa yang terjadi selama ini, Selina semakin dekat dengan Arghi, Selina yang tersenyum tulus padanya membuatnya benar-benar tidak bisa menyembunyikannya. Dia merasa bersalah.
Arga menarik napas dalam. “Sel,” panggilnya. Tekadnya sudah bulat, dia tidak boleh goyah lagi. “Gue dan Arghi—”
“Arga!” bentak Arghi. Meminta Arga diam.
Tapi Arga melanjutkan, “Aku sama Arghi sebenarnya kembar, kita jadiin kamu taruhan, kamu selama ini pacaran sama gue dan Arghi!”
Selina terkejut mendengar perkataan Arga. Dia menatap Arga tidak percaya. “A-Apa?” tanyanya memastikan.
Tapi Arga mengangguk, meyakinkan kalau dia tidak berbohong. “Kita taruhan dengan mobil punya aku, Sel. Kalau Arghi bisa dapetin hati kamu dengan sikap dinginnya, dia menang, kalau enggak dia kalah. Kita berdua punya sifat berbeda. Aku hangat, dia dingin. Dia enggak mau kasih tahu atau kita berkompetisi dengan aku deketin kamu sebagai Arga, dia sebagai Arghi karena Arghi yakin kamu bakal suka sama aku, sikap hangat aku. Kita kembar, tapi sifat kita berbeda.”