“Lepasin!”
Selina akhirnya berhasil melepaskan genggaman tangan Arghi pada pergelangan tangannya. Bukan dia yang melepas sebenarnya, tapi Arghi memang melepasnya karena sudah ada di tempat yang ditujunya. Selina tahu, ini restoran. Arghi membawanya ke restoran di lantai yang entah keberapa dalam sebuah ruangan. Anehnya, ruangannya masih gelap, Arghi seperti mencuri masuk kesini.
“Lo ngapain sih bawa gue kesini?! Mau macem-macem. Gue bawa cutter lo ya, gue sabet sekali mati lo!” ancamnya. Terlebih ruangan ini sangat gelap.
Arghi tertawa. “Memangnya bisa? Pas gue batuk dikit aja udah khawatir banget,” ejeknya membuat Selina mendengus. Diingatkan lagi dengan momen mereka selama berpacaran.
“Itu gue masih pacaran sama lo, sekarang enggak, gue bisa lakuin itu!”
“Tapi sayangnya masih ada, pasti gak tega,” ucap Arghi percaya diri.
Selina benar-benar rasanya ingin memukul Arghi, tapi sayang, sekarang sedang gelap, jadi susah juga melihatnya. Dia tidak tahu Arghi dimana, dia juga mendengar langkah kaki yang semakin menjauh saja. Itu pasti Arghi. Itu membuat Selina takut. Takut sendirian di ruangan gelap ini.
“Ghi, lo menjauh ya?” tanyanya dengan tangan meraba-raba di sekitar, tapi dia tidak menemukan apapun.
“Kenapa? Mau meluk?”
“Gak usah bercanda! Aku itu takut di ruangan gelap sendirian!”
“Kalau gue pergi gimana?”
“Kalau pergi, awas aja!” ancam Selina langsung. “Gue tabok lo bener.”
“Gak mau banget gue pergi,” goda Arghi membuat Selina benar-benar kesal. Kenapa Arghi semenjak kecelakaan menjadi sinting begini? Apakah efek kecelakaannya selama ini?
“Dih, sinting banget lo. Ogah ya gue satu ruangan sama lo terus deket, cuman terpaksa aja ini. Gue itu takut gelap, kalau lo tinggalin, otomatis gue sendiri disini. Gue pokoknya gak mau sendirian, bukan karena mau sama lo. Ogah ban—EH!”
Selina memekik di akhir, terkejut ketika tiba-tiba Arghi menghampiri dan melingkarkan lengannya di pinggang ramping Selina. Selina merasakan jantungnya yang mulai berdetak kencang, terlebih deru napas Arghi begitu dekat. Walau gelap, dia tahu Arghi sangat dekat dengannya. Itu membuat Selina merinding, terkejut, berdebar dan malu. Dia masih mencintai Arghi, jadi seperti ini juga memberikan reaksi pada tubuhnya.
“Mau lo apa sih?! Lepas!” Selina berusaha terus memberontak, walau tak ada apa-apanya. Tenaganya beda jauh dan juga tenaganya tak sehebat biasanya karena lemas sendiri dipeluk Arghi.
“Mau deketsama lo.” Jawaban Arghi membuat jantung Selina semakin berdebar tak karuan.
“Gosah gombal deh, udah pacaran sama cewek lain,” cihir Selina, berusaha mengingatkan Arghi dan dirinya sendiri juga. “Udah! Lepas! Walau Sheila gak ada disini, tetap aja gak boleh gini. Gue gak mau jadi selingkuhan lo. Jangan-jangan udah banyak cewek lo pacarin sebelum gue! Cuman baru aja mau putusin gue dan gue cuman sadar Sheila! Bisa ya cowok yang keliatan suci, ternyata gak sesuci itu! Plot twist!” tekannya dengan mata melotot.
“Lo satu-satunya pacar gue,” balas Arghi langsung. Suaranya terdengar tegas.