Sudah satu minggu berlalu Alvin mengajarkan Alvina bermain biola. Sampai pada akhirnya perasaan yang Alvina rasakan muncul dengan jelas.
Kini Alvin sedang berada di ruang musik dengan Jonathan, sedangkan Giovano sudah pulang terlebih dahulu setalah selesai latihan. Sampai pada akhirnya Jonathan berbicara soal Alvina pada Alvin.
“Vin gimana? perasaan lo masih sama sahabatnya Alvina ?” tanya Jonathan
“Masih, kenapa emangnya ?”
“Kenapa lo gak coba deketin dia aja melalui Alvina? minta nomernya terus minta bantuan sama Alvina supaya deket Arananya sama lo.”
“Iya juga sih, tapi gue bingung cara mintanya gimana ?” ucap Alvina dengan nada bingungnya
“Yaudah nanti gue coba minta deh sama Alvina ya.” jawab Jonathan
“Ok siap bro, emang lo teman paling top lah.”
“Iya dong gue emang paling top kan...” ucap Jonathan dengan senyuman tengilnya
Pada saat mereka sedang asik ngobrol, Jonathan dan Alvin pun tak menyadari ada seseorang yang mendengar percakapan mereka itu. Sampai pada akhirnya seorang itu masuk kedalam ruang musik itu.
“Eh Alvina, ada apa ya kesini vina ?” tanya Alvin
Ya benar ternyata seorang itu adalah Alvina. Dengan menahan rasa sakitnya ia memberanikan diri untuk masuk ke ruang musik itu.
“Oh engga, cuma mau ada urusan sama kak Jonathan. Kak bisa ngomong sebentar.” ucap Alvina
“Oh iya bisa, bentar dulu ya bro biasa mau PDKT dulu nih.” ucap Jonathan pada Alvin
“Iyain deh ....”
Alvina dan Jonathan pun keluar dari ruang musik itu.
“Ada apa ya vina? tumben nyamperin kakak?”
“Hehehe gapapa sih kak, cuma mau tanya aja. Nanti jadi atau engga kakak ngajak aku jalan?” jawab Alvina dengan pertanyaan juga
“Oh yang itu, jadi kok. Jam 4 an ya.” jawab Jonathan
“Oke deh, nanti ketemuan aja atau gimana ?”
“Nanti sherelock rumah kamu aja, nanti kakak jemput aku.”
“Oh yaudah kalau gitu, aku duluan ya kak.”
“Eh sebentar vin, aku boleh minta nomer handphone Arana gak ?”
“Nih aku kirim ke nomer kakak aja ya.” jawab Alvina sambil membuka ponselnya
“Oh udah masuk nih, makasih ya.”
“Iya kak sama-sama, aku duluan ya kak.”
“Iya, kamu hati-hati ya vina.”
Alvina hanya membalas dengan senyumannya saja, lalu ia langsung pergi meninggalkan Jonathan disana. Sedangkan Jonathan terlihat bingung dengan tingkahnya Alvina yang tidak seperti biasanya. Tetapi ia berusah tidak memikirkan hal yang aneh-aneh terhadap Alvina.
__________
Sehabis Alvina dari ruang musik itu, ia langsung pulang ke rumah untuk menenangkan dirinya sejenak sebekum nantinya pergi dengan Jonathan.
Pada saat perjalanan menuju gerbang kampus, ia bertemu dengan Arana disana yang terlihat sedang menunggu jemputannya. Alvina mencoba untuk pura-pura tidak lihat dan tidak tau kalau ada Arana disana. Sampai pada akhirnya Arana memanggil Alvina dan mengajak Alvina untuk pulang bareng.
“Alvina...” teriak Arana
“Eh hai ra.”
“Pulang bareng gue gak? gue dijemput mama gue nih.” ajak Arana
“Engga ra, gue mau naik taxi online aja.” tolak Alvina
“Tumben banget lo, biasanya juga minta pulang bareng mulu sama gue.”
“Gapapa, lagi pengen pulang sendiri aja. Gue duluan ya...”
“Iya, lo hati-hati ya....”
Alvina hanya membalas dengan senyumannya saja. Ia pun juga sama sekali belum memesan taxi online. Alvina memesan taxi online di halte dekat kampusnya itu. Sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakitnya sampai pada akhirnya air matanya lolos begitu saja jatuh ke pipi merahnya.
Langit sudah semakin gelap, kini Alvina masih di halte dekat kampus. Ia sudah memesan taxi online dan belum dateng juga. Ia berusaha menghapus air mata yang selalu jatuh di pipinya itu.
“Kenapa menyukaimu sesakit ini sih? Kenapa harus sahabatku ?” –ucap batinya
Tidak lama taxi online pun datang bersamaan dengan turunnya hujan. Seakan langit tau kalau dirinya sedang bersedih dan ia merasakan kesedihan yang Alvina rasakan.
*#*
Sesampainya di rumah, Alvina langsung masuk ke dalam kamar. Tanpa menyapa abangnya yang berada di ruang tamu sambil menonton televisi. Abangnya yang melihat tingkah adiknya itu beda sekali, tidak seperti kemarin-kemarin yang terlihat seperti orang yang jatuh cinta. Tapi sekarang abangnya melihat Alvina seperti orang yang sedang putus cinta. Abangnya pun bingung dan khawatir terhadap adiknya itu.
Alvina langusng masuk kedalam kamar dan langsung mengunci pintu kamarnya itu. Ia tidak mau sampai abangnya tau tentang perasaannya saat ini. Belum mengganti bajunya ia langsung merebahkan dirinya di kasur sambil memandang langit-langit di kamarnya itu. Sampai ia tidak sadar air matanya selalu jatuh terus menerus, ia bingung harus bersikap seperti apa terhadap sahabatnya.