Do Not Cry Anymore!

Sugiati
Chapter #2

#2

ANGELA berjalan dengan gugup di samping Angkasa. Dia tertunduk, tangannya saling bertautan, ditambah keringat dingin yang menetes di pelipisnya. Rambut panjang menjuntai menutupi sisi wajahnya. Dan yang terakhir, Angela berhasil menarik semua pasang mata menatapnya. 

Angkasa tidak tahu harus berekspresi apa. Saat cewek itu meminta untuk ikut dengannya dia sudah menolak, tapi cewek itu menangis dengan kencang. Kan, Angkasa semakin tidak tega. 

Apalagi saat melihat tatapan-tatapan yang terjurus kepadanya. Dia seperti orang yang tertangkap basah sedang selingkuh. Angkasa melirik cewek itu. "Nggak pegel apa nunduk terus?" 

Angela menggeleng dengan kepala tertunduk. Tiba-tiba tangan Angkasa menariknya untuk berjalan semakin cepat, kontan kepalanya mendongak. "Lepasin aku," ujarnya lalu menarik tangannya hingga terlepas. 

"Lo lelet jalannya! Nggak tau apa gue malu diliatin!" cercanya sangar. Dia kembali menarik tangan Angela dengan keras, memaksanya agar berjalan lebih cepat. Untuk kali ini Angkasa tak bisa diajak kompromi, citranya bisa hancur jika semakin banyak orang yang menyaksikan dirinya bersama cewek aneh ini. 

Mereka masuk ke dalam lift. Banyak pria dan wanita yang ikut masuk bersama mereka. Angela melirik sekilas siapa yang berdiri di sampingnya. Hingga dia memekik kaget saat mendapati laki-laki bersetelan formal. 

"Jangan dekat-dekat." Angela ketakutan, dia berpindah ke samping Angkasa yang berdiri paling ujung. Memegang ujung kaos laki-laki itu dengan tangan bergetar. 

"Anda kenapa?" Laki-laki bersetelan formal bertanya dengan sopan.

Angkasa menelan ludah, lalu melirik sinis cewek yang menarik-narik ujung bajunya. Dia tidak pernah berada di posisi ini sebelumnya. Cewek ini seperti bisa mendatangkan masalah dikehidupan Angkasa yang memang penuh masalah. 

Pintu lift terbuka. Angkasa kembali menarik tangga Angela lebih kasar dari sebelumnya. Hingga Angela terseok-seok, kakinya sakit karena tak memakai alas. 

"Lo itu seharusnya pulang ke rumah lo! Nggak ikut ke apartemen gue!" cerca Angkasa. Tatapannya lurus kedepan dengan raut wajah dongkol. Tangannya terus menarik Angela yang semakin lama semakin terasa berat. Dia menoleh kebelakang. "Berat badan lo tiap menit nambah, yah?" tanyanya tak santai. 

Angela menggeleng. Menatap kakinya yang meninggalkan jejak darah di loby apartemen. Angkasa ikut menekuri lantai, matanya terbuka lebar saat menyadari sesuatu. Jari telunjuk Angkasa terangkat memegang dagu Angela yang tertunduk. 

"Kenapa nggak bilang kalo kaki lo berdarah?" sentaknya. Namun, Angela tidak menjawab, kepalanya menggeleng takut dengan isakan yang mulai terdengar. Angkasa berdecak, "cengeng lo, Njir!" umpatnya lalu menghempas telunjuknya dari dagu Angela. 

"Ma--af," lirih Angela. 

Angkasa merendahkan diri dengan kaki tertekuk, dia menepuk-nepuk pundaknya. "Naik!" titahnya datar. Terkesan sangat terpaksa. 

"Nggak papa aku--"

"Naik! Gue kasian sama tukang bersih-bersih di apartemen ini." 

Tanpa menolak lagi Angela naik ke punggung Angkasa. Membenamkan kepalanya di punggung lebar cowok itu. Angkasa bangkit berdiri lalu bergegas melanjutkan langkah. Kamar apartemennya sudah tidak jauh lagi, namun, seperti yang dikatakannya dia kasihan dengan tukang bersih-bersih di apartemen ini. 

Angela mengukir senyum tipis. Cowok ini walau suka marah-marah tapi selalu membantunya. "Kamu baik, mau bantu aku," ujarnya tulus. 

Angkasa mendelik. Dia menurunkan Angela saat sampai di depan pintu, lalu menekan beberapa angka kombinasi guna membuka pintu yang terkunci. Angkasa melirik Angela disampingnya, cewek itu tersenyum manis walau bibirnya masih terlihat sangat pucat. 

Setelah pintu terbuka, Angkasa masuk dengan Angela yang mengekor di belakangnya. Kakinya yang sakit dia jinjitkan agar tidak mengotori lantai apartemen Angkasa, dia tidak ingin membuat cowok itu marah lagi. 

"Duduk di sofa, jangan kemana-mana gue ambilin kotak obat dulu buat benerin kaki lo!"

"Obatin," ralat Angela. 

Angkasa mengangkat bahu acuh. "Orang tampan, mah, bebas," songongnya membanggakan diri. 

Angela mengikuti perintah Angkasa. Dia duduk sofa lalu menaikkan kakinya yang sakit ke meja, dia tidak mau mengotori lantai apartemen tapi mungkin jika meja Angkasa tidak akan marah. Pikir Angela.

Sambil menunggu Angkasa, Angela memanfaatkan waktu itu untuk melihat-lihat isi apartemen. Dia berdecak kagum, full furniture, dan terlihat sangat rapi untuk kalangan cowok. 

"Rapi, kan, apartemen gue? Iya dong, Angkasa," seru Angkasa membanggakan diri. Dia duduk di pinggir sofa, menjaga jarak dengan cewek yang kini menatapnya dengan tatapan miris. Satu alis Angkasa terangkat. "Nggak usah natap-natap gue kek gitu! Kayak nggak ada sorot lain aja!" dengusnya. 

Angela menggeleng pelan. Dia meraih kotak obat di sisi sofa lalu membukanya. Dia membersihkan lukanya dengan telaten. Setelah selesai membalut perban di kakinya, dia menyibak rambut panjangnya kebelakang beralih mengobati pelipisnya yang lebam. 

Lihat selengkapnya