Bagai menjejak pada beranda istana di zaman modern, kamu menaruh tas beserta peralatan syuting di sisi tiang berbahan batu pualam cerah yang berdiri gagah menopang langit-langit teras. Sungguh merasa takjub dengan hunian super mewah yang sedang kamu kunjungi atas undangan si nona rumah, Niken.
Tak lama menunggu, seorang wanita berdiri di muka pintu utama yang terbuka sejak tadi.
"Kata Mbak Niken, masuk aja," ujarnya.
Kamu pun mengambil peralatan syuting, lalu mengikuti Vero dan Silvie yang berjalan di belakang wanita itu.
Kamu benar tak menyangka. Cewek yang notabene sering mengajakmu bercanda itu ternyata anak dari keluarga yang sangat kaya raya. Dahulu Vero pernah bilang; Niken tuh orang tajir melintir. Ya. Kamu percaya. Namun dalam bayanganmu tingkat kekayaannya tidak sampai seperti yang kamu saksikan ini. Menurutmu, ini sangatlah luar biasa.
Kamu merenung, padahal tiap kali nongkrong, pakaian yang dia kenakan biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu istimewa yang melekat pada tubuhnya. Dia juga tidak pernah membawa kendaraan sendiri jika sedang berkumpul. Dia pun tidak pernah bicara tentang kehidupan pribadinya, apalagi memamerkan sesuatu yang ia punya. Tidak sama sekali.
Kamu juga baru sadar, bahwa dalam tiap pertemuan, Niken selalu bersikap royal pada siapa saja —bahkan dalam konteks ini, dia sering sekali memberikan akomodasi untuk konten-kontennya Silvie secara sukarela dan tanpa pamrih. Hanya terkadang pola pikirnya tidak bisa ditebak. Kadang iseng, kadang cuek, kadang peduli, kadang apatis, kadang pemarah. Tapi yang jelas, ia merupakan seorang perempuan yang enerjik dan percaya diri.
Kamu tertawa kecil sambil terus melangkah. Teringat beberapa bulan yang lalu kamu pernah dikasih hadiah kue ulang tahun sama dia. Kala itu kamu sungguh tidak menyangka, hadiahnya berupa kue odading yang ditumpuk-tumpuk di atas tampah, berbentuk tumpeng, dengan satu odading paling atas terdapat bendera merah putih berukuran kecil. Semua orang tertawa geli. Kamu terheran, kok bisa-bisanya Niken memberi hadiah antimainstreem seperti itu. Tapi, yah, tetap saja kamu habiskan kue-nya.
Jarak sekitar sepuluh meter, kamu melihat Niken duduk di sofa, serta mendengar suaranya yang sedang berbicara lewat telepon. Kakinya tampak mulus, dari ujung tumit sampai ke pangkal paha.
"Heii," dia lalu berdiri menyambut kalian.
"Vero ... Happy birthday yaa. Doa yang terbaik deh buat lo," ujarnya pada Vero.
Detik itu juga kamu melihat kecantikan Niken bertambah seratus kali lipat. Dia hanya mengenakan kaos dan celana yang sangat mini. Saking pendek celananya sampai-sampai terlihat seperti tidak memakai celana. Kamu baru paham, dia bukan cewek kaleng-kaleng. Kamu pun baru mengerti, kenapa Silvie si-gadis yang amat keras kepala itu bisa begitu segan kepada Niken. Ternyata, inilah alasannya. Crazy Rich. Begitulah ungkapan mereka.
Ah, otakmu sungguh kacau. Detik ini kamu berniat menjadikan dirinya sebagai bahan imajinasi.
Gadis dalam pikiranmu itu tiba-tiba mendekat, ingin mengatakan sesuatu. Kamu agak membungkuk. Tangan kanannya lalu menaungi daun telinga kirimu sambil berkata; "Gue mau minta sama sepupu lo yang lagi ulang tahun. Bujuk supaya Silvie dan Rachel mau berhubungan seks. Kalo perlu dia juga ikutan."
Gila! Mendengar itu kamu terperangah. Melongo seperti kebo bego. Kamu tidak bisa berpikir kecuali terbayang dengan apa yang ia bisikkan. Benar-benar bisikan setan. Bukan apa-apa. Sebagai seorang pejantan, kamu sangat paham bagaimana kesempurnaan fisik Silvie ..., dan, Rachel, teman akrab Vero yang telah membuatmu jatuh cinta sejak pertama kali bertemu.
"Lebih dekat dengan Rachel, mungkin?" Kamu mendengar Vero berkata pada Niken.
Sejak tadi kamu tidak menyimak obrolan mereka. Konsentrasimu hilang, terserap perkataannya barusan. Namun hatimu berbunga-bunga ketika mendengar nama Rachel disebut.
"Oke deh, gak papa. Yang penting gue gak ikutan," jawab Niken pada Vero.
Apanya yang enggak ikutan? Benakmu mengulang maksud perkataan Niken. Kamu memang berdiri di sekitar mereka, tetapi pikiranmu tidak fokus lantaran terbayang-bayang pada bisikan Niken yang melibatkan sosok Rachel yang cantik, tinggi, dan menawan hati.
Beberapa saat kemudian empat orang teman Niken datang. Dua laki-laki dan dua perempuan. Gadis dengan postur tubuh pendek tapi molek bagaikan bayi gede itu kemudian mengajak Vero dan Silvie menaiki tangga rumah. Rupanya ia ingin nongkrong bersama kalian di ruang terbuka di lantai tiga.
Kamu melihat ada kolam renang.
Niken lalu menunjukkan sebuah kue ulang tahun pada Vero. Hadiah yang jauh berbeda dengan yang sudah diberikan kepadamu dahulu. Namun bukan masalah. Kamu justru berbangga hati pada sepupumu itu.
Mereka bertujuh kemudian duduk di sofa, di samping kolam renang. Sedangkan kamu sibuk mempersiapkan peralatan syuting.
Waktumu habis untuk mencari lanskap yang pas, setting alat, posisi cahaya, meja laptop, sibuk pula mencari colokan listrik yang ternyata kamu temukan di lantai dengan penutup berbahan plastik. Sampai-sampai kamu pun tak sadar jika pembicaraan mereka ternyata berkaitan dengan pekerjaanmu. Tentang konten. Tentang hidden gem dalam next project. Kamu hanya sempat melihat seorang wanita setengah baya yang datang menyajikan makanan ringan dan minuman.
"Nih, foto-fotonya, gue masih simpen." Niken mengambil ponsel, menunjukan kepada Silvie dan Vero.
"Ini halaman vila ... sebentar. Nah, ini ruang bawah tanahnya. Nanti di dekat sini ada pintu yang dikunci. Pintu ini tersambung sama lubang goa. Kalau goa aslinya bisa masuk dari jalan sebelum sampai ke vila, agak jauh sih."
Suara Niken terdengar cempreng seperti suara anak remaja. Kamu terus fokus memotret Silvie yang mengenakan tangktop racer rib. Fokus, terutama pada bagian dadanya.
"Wah, kita bikin konten di sana yukk, sekalian healing." Vero berkata pada Silvie.
"Eh, boleh, boleh ... kita nginep aja, terus bikin konten telusur goa," jawab Silvie, antusias.
Usahamu berhasil dengan menemukan angle yang bagus pada wajah Silvie beserta lekukan tubuh montoknya, kemudian beralih pada Niken yang sedang sibuk dengan ponsel.
"Eh, lo beneran pada mau ke goa? Ngapain, coba? Cari bahaya aja," ujar Niken.