"Jadi ... jadi, tadi lo beliin baju buat dia?" tanyamu, hampir tak percaya, saat Silvie bilang kalau mereka mampir ke sebuah butik, dan Vero membelikan satu stel pakaian kepada Panji.
Kamu pun memandangi wajah Vero. Merasa terheran; Bagaimana perempuan ramping berambut lurus berkacamata itu bisa tahu kalau kamu akan berbuat usil pada Panji? Padahal tadi kamu cuma ingin membisikkan sesuatu saja, tetapi tiba-tiba terlintas pikiran iseng untuk menyeburkan sepupunya itu ke kolam renang.
"Iya, Ken. Tadi kayak ada yang nyuruh gue untuk beliin baju buat si-Panji." Jawab Vero.
Sebenarnya sih kamu tidak terlalu penasaran sama pemilik nama asli Veronika Adawiyyah itu. Pada beberapa kesempatan, dia memang punya feeling yang kuat dan akurat. Itu jelas berkaitan dengan pola pikirnya yang cerdas, spiritual dan mistisme. Bahkan dahulu ketika baru-baru kenal, kamu sudah menduga hal tersebut —sebelum ia bercerita tentang dirinya yang sering melihat hantu atau mengalami peristiwa-peristiwa gaib.
"Serius? Suaranya bisa kedengeran, gitu?" Rachel bertanya.
"Iya. Kalau suara hati kan sifatnya desire, gitu ya, suka sulit dibedakan antara logika sama perasaan? Kalau suara hati gue tuh bisa kedengeran jelas, Chel. Sama persis kayak gue dengerin suara lo," balasnya.
Rachel menatap tak mengerti. Bola matanya bersih. Bagimu, dia memiliki pesona fisik paling cantik di antara kalian semua. Tubuh tinggi langsing dan seksi, kulit kuning langsat cenderung putih, rambut ikal tebal, wajah oval, hidung mancung, bibir tipis. Meskipun sesama perempuan, kamu jelas mengakui hal itu.
"Dia mah dah kayak cenayang, tau. Hahaha," sambar Silvie, sosok yang paling terkenal di antara kalian semua. Dan kamu juga mengakui hal itu.
Beberapa saat kemudian Panji datang dengan pakaian baru.
"Parah lo, Kak Niken. Rencana gue baju ini mau gue pake buat lebaran tahu." Dia langsung komplain kepadamu.
"Buset deh," kata Vero.
Kamu tertawa geli. "Lo terlalu lengah jadi orang, Panjul." Tatap mata pria pasif itu memang mencerminkan orang polos.
"Balik yuk, Chel, biar si Panji enggak kemalaman buat belanja peralatan," ucap Vero, seraya mengambil ponsel dan tasnya.
Silvie melihat langit yang mulai gelap.
"Kuy, lah. Tapi malam ini lo ngedit yaa, tipis-tipis aja, biar hari Minggu podcast tadi bisa tayang," pinta Youtubers itu.
"Vie ... rileks dulu sejenak sih! Urusin duit melulu lo," tukasmu padanya. Ia tertawa kecil.
"Gue beda sama lo, Guys. Gue masih banyak kebutuhan," balas Silvie seraya beranjak.
"Tai, kayak gue enggak ada kebutuhan aja," balasmu, agak geram karena tahu kalau masalah uang memang menjadi perihal paling ia sukai.
"Beda, Niken ... duit lo udah enggak ada serinya. Sedangkan, gue...."
Kamu tertawa kecil. "Ah, terserah lo, lah." Dan memotong bicaranya.
"Oh ya, besok mau berangkat jam berapa?" Vero bertanya padamu.
Kamu ikut berdiri sembari menjawab. "Terserah. Tapi kalo bisa sih pagi-pagi. Lokasinya tersembunyi, di Bandung Selatan."
"Ya udah, kita ketemuan jam tujuh, minimal jam delapan," kata Vero.
"Pagi banget." Silvie mengerutkan kening.
"Pagi apaan sih, Vie? Pagi itu subuh," celetuk Rachel, tetap duduk santai. Silvie pun menengok padanya.